Masyarakat Menjadi momentum awal bagi Pemkot Bandung untuk mulai menertibkan dan menata Pedagang Kaki Lima (PKL) dan masalah lainnya yang menyebabkan terganggunya kenyamanan masyarakat pejalan kaki dan pengguna kendaraan. Ratusan anggota Dishub, Satpol PP dibantu petugas kepolisian, melakukan pagar betis di Jln Merdeka. Titik itu, menjadi awal program panjang. Namun rupanya, program tidak berjalan mulus. Masih banyak rintangan yang dihadapi petugas di lapangan. PKL, masih berupaya keras agar bisa kembali berjualan. Angkutan umum, masih seenaknya menaik-turunkan penumpang. Pejalan kaki, masih 'kaku' menggunakan trotoar dan jembatan penyebrangan. Tentunya, ini merupakan tugas berat yang harus dihadapi oleh petugas di lapangan. Apa yang dilakukan Pemkot Bandung, memang terlambat. Tapi daripada tidak sama sekali, apa yang sekarang digarap haruslah diapresiasi. Tanpa dukungan masyarakat, rasanya tugas personel gabungan di lapangan pun akan sia-sia. Apalagi jika masyarakat masih belum mau merubah perilakunya sendiri. Harapan menjadikan Kota Bandung, setidaknya satu titik saja bersih dari aktivitas yang cukup menggangu kenyamanan, akan sulit tercapai. Mimpi, tampaknya hanya sekadar mimpi belaka. Wibawa Pemkot Bandung pun dipertaruhkan. Jangan seperti program-program sebelumnya, Pemkot terkadang 'mengalah' oleh keadaan. Aturan terkadang mengikuti keinginan masyarakat, bukannya justru masyarakat yang harus mengikuti aturan. Konsistensi Pemkot menegakan aturan, kembali dipertaruhkan. Pengalaman bicara, sangat jarang program Pemkot yang berjalan konsisten. Contoh kecil, Balai Kota Bandung sudah ditetapkan sebagai kawasan parkir untuk kendaraan yang lulus uji emisi, tapi kenyataannya program itu hanya berlangsung beberapa bulan saja. Contoh lain dari sekian banyak contoh, adalah penetapan Taman Tegallega sebagai taman konservasi. Seiring penetapan itu, Tegallega tidak boleh lagi digunakan sebagai tempat berjualan selain untuk aktifitas olahraga. Tapi kenyataannya? Wah, setiap hari masih saja ada PKL yang berjualan. Apalagi di hari Minggu, jumlah PKL semakin banyak dan memadati area parkir. Aturan yang ada Ketegasan aparatur lintas sektoral, tampaknya harus lebih ditingkatkan. Aturan, tidak mengenal toleransi dan waktu. Aturan tidak pandang bulu. Semua harus tunduk terhadap aturan yang ada, ketika pertamakali aturan itu diberlakukan. Hal inilah yang selama ini sulit sekali dilakukan. Aturan hanya tinggal aturan, tanpa implementasi yang jelas. Sudah banyak contoh, dan itu terjadi di Kota Bandung. Tidak patuhnya objek hukum terhadap aturan yang berlaku, membuat Kota Bandung semakin semrawut. Masyarakat masih saja membuat sampah sembarangan, masyarakat masih saja ada yang berjualan di tempat yang dilarang, masyarakat masih saja ada yang mendirikan bangunan atau usaha tanpa izin, masyarakat masih saja banyak yang memarkir kendaraannya di tempat terlarang dan banyak lagi. Meskipun birokrat terkadang menilai pelanggaran-pelanggaran itu sifatnya kecil dan bisa diselesaikan, namun lama kelamaan yang kecil itu semakin bertambah dan menyebabkan persoalan yang lebih besar dan sulit diatasi. Jangan sampai kemudian Kota Bandung ini mendapat julukan lain selain Parisj van Java, Kota Kembang, Kota FO, Kota Kuliner, dan Kota Bermartabat. Kita semua tentunya tidak ingin kota tercinta ini dicap sebagai kota pelanggaran. (Wartawan Galamedia)** Acak-corak.blogspot.com " Semoga bermanpa'at dan terima kasih " |
Home »
» MENJADI KOTA PELANGGARAN
MENJADI KOTA PELANGGARAN
Langganan:
Posting Komentar (RSS)
0 komentar on MENJADI KOTA PELANGGARAN :
Posting Komentar
Terima kasih Mas bro n sis atas kunjunganya ke blog kami semoga Allah selalu melindungikita " Bila ada sumur diladang boleh kita menumpang mandi kalau ada umur panjang anda pasti banyak rejeki "