ENNY ARROW, TENTANG NOVEL STENSILAN YANG CABUL


Di tahun 1980-an tentu saja belum dikenal internet di Indonesia, juga belum ada teknologi bernama telepon genggam yang juga membawa sisi negatif maraknya film-film berdurasi pendek yang biasanya mempunyai penggemar sendiri. Film-film biru yang masih dikemas dengan format video juga hanya beredar di kalangan atas saja. Lalu dari manakah para remaja-remaja masa dekade 80 memperoleh referensi tentang seks?
Jawabannya adalah dari novel-novel stensilan atau Enny Arrow, yang biasa dijajakan secara sembunyi-sembunyi di antara para pedagang koran, kios-kios buku bekas atau lapak-lapak buku kaki lima. Ada banyak nama pengarang yang dikenal menyuguhkan cerita-cerita dewasa tersebut namun yang paling terkenal adalah Enny Arrow.
Siapakah Enny Arrow? Tidak ada yang tahu siapa sebenarnya di balik nama tersebut. Yang jelas Enny Arrow hanyalah sebuah nama samaran, sebelum kemudian banyak pengarang-pengarang lain yang kemudian menjadi epigonnya dengan ikut-ikutan menggunakan nama tersebut demi mendongkrak ‘rating’.

Novel-novel karangan Enny Arrow memang begitu vulgar dan hanya mengekspos segala kebinalan seks secara terang-terangan. Sudah tentu novel-novel Enny Arrow tidak mempunyai tema atau jalan cerita yang jelas, karena memang penulisan novel stensilan ini tentunya memang dimaksudkan hanya untuk menggugah syahwat pembacanya.
Dan sudah barang tentu tidak bertujuan menyimbolisasikan apa-apa selain menyuguhkan fantasi aktivitas seksual yang badaniah itu sendiri, kendatipun fakta bahwa teks-teks demikian itu ada dan beredar secara sembunyi-sembunyi di tengah masyarakat mungkin bisa menyiratkan kenyataan tertentu di luar teks, semacam berlangsungnya represi moral yang terlampau berlebihan atas kehidupan seksual masyarakat, adanya kemunafikan sosial yang terpendam, serta pelecehan diam-diam atas nilai-nilai yang berlaku.
Pengarang juga tidak jarang menyebutkan secara eksplisit organ-organ anatomi manusia, dengan tujuan apalagi kalau bukan untuk membangkitkan syahwat pembacanya, dengan bahasa yang vulgar dan hiperbolis. Sehingga sempat beredar semacam joke, bahwa sesungguhnya pengarangnya sendiri malah belum pernah melakukan hubungan seks. Penggemarnya tidak hanya anak-anak SMP atau SMA yang memang secara alamiah mempunyai rasa penasaran yang tinggi tentang seks, namun juga di kalangan dewasa tanpa terkecuali.
Namun tentu saja seiring dengan perkembangan jaman, setelah maraknya internet, yang termasuk menjajikan kemudahan tanpa batas untuk mengakses pronografi, secara perlahan-lahan Enny Arrrow dan karya-karyanya mulai ditinggalkan penggemarnya. Dan hingga kini pun misteri di balik nama Enny Arrow tetap tidak terkuak. Pernah tersiar kabar, pada akhir tahun 2000 seseorang bernama Suwarto yang tertangkap polisi bersama-sama dengan ribuan kopi cetakan stensilan dianggap sebagai orang di belakang Enny Arrow, namun hingga sekarang tidak ada kabarnya.
Namun demikian, meski diedarkan secara underground, namun novel-novel Enny Arrow ternyata sangat populer. Sebuah survei yang dilakukan majalah “Men’s Health” edisi Indonesia pada tahun 2003 pernah mengungkapkan, membaca karya Enny Arrow/stensilan menjadi sumber pertama pengetahuan tentang seks pada 17,2 % respondennya.

ASAL NAMA JAKARTA

Dari beberapa tulisan yang membahas tentang sejarah Jakarta, cukup sedikit yang menguraikan perubahan namanya. Tulisan berikut adalah sedikit dari pembahasan tenatng perubahan nama-nama sehingga berubah kini, menjadi : DKI Jakarta. Tulisan ini pula, selain memperluas dimensi sejarah Indonesia khususnya ibu kota Jakarta

AKARTA – Macet, banjir, polusi, dan segudang problem lainnya mengisi keseharian warga Jakarta.Namun berapa banyak orang yang mengetahui sejarah Ibukota Jakarta? Mungkin hanya segelintir warga Jakarta yang tahu tentang sejarah Kota yang berumur 428 ini. Ternyata sejarah kampung pitung ini hanya bermula dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam.
Selama berabad-abad kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai dengan hiruk pikuk perdagangan. Asal muasal mengenai awal kota ini terkumpul melalui berbagai prasasti yang ditemukan di kawasan bandar tersebut.Laporan dari para penulis Eropa di abad ke-16 menyebutkan, sebuah kota bernama Kalapa, yang tampaknya menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu bernama Sunda, beribukota Pajajaran, terletak sekiranya 40 kilometer di pedalaman, berdekatan dengan Kota Bogor yang sekarang kita kenal.
Bangsa Portugis adalah rombongan besar orang-orang Eropa pertama yang datang ke Bandar Kalapa. kemudian kota ini diserang oleh seorang muda usia, bernama Fatahillah, dari sebuah kerajaan yang letaknya tak jauh dari Kalapa. Kemudian Fatahillah mengubah nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta pada 22 Juni 1527. Tanggal inilah yang saat ini ditetapkan sebagai hari lahir Kota Jakarta. Akhir Abad ke-16 barulah orang-orang Belanda datang dan kemudian menguasai Jayakarta.
Nama Jayakarta pun berganti menjadi Batavia. Kondisi alam Batavia yang berawa-rawa tak jauh berbeda dengan negeri Belanda, Tanah Air mereka. Mereka pun berinisiatif membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir.
Kegiatan pemerintahan dipusatkan di sebuah lapangan yang terletak sekira 500 meter dari bandar. Kemudian Belanda membangun balai kota, yang merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia. Pertumbuhan yang kian pesat berdampak pada keadaan lilngkungan cepat rusak, sehingga penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini kemudian dinamakan Weltevreden.
Dimasa pendudukan Jepang (1942-1945), nama Batavia diubah lagi menjadi Jakarta. Dan pada tanggal 17 Agustus 1945 Ir. Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta dan Sang Saka Merah Putih untuk pertama kalinya dikibarkan. Kedaulatan Indonesia secara resmi diakui pada tahun 1949. Pada saat itu juga Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tahun 1966, Jakarta memperoleh nama resmi Ibukota Republik Indonesia.
Karena itu tak jarang, banyaknya nama Jakarta membuat Ibukota ini disebut sebagai Kota 1001 nama.

 Berikut urutan nama-nama Jakarta yang berubah sejak zaman penjajahan:
Di Abad ke-14 bernama Sunda Kelapa sebagai pelabuhan Kerajaan Pajajaran.
22 Juni 1527 oleh Fatahillah, diganti nama menjadi Jayakarta (tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi kota Jakarta keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956).
4 Maret 1621 oleh Belanda untuk pertama kali bentuk pemerintah kota bernama Stad Batavia.
1 April 1905 berubah nama menjadi ?~Gemeente Batavia? .
8 Januari 1935 berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia.
8 Agustus 1942 oleh Jepang diubah namanya menjadi Jakarta Toko Betsu Shi.
September 1945 pemerintah kota Jakarta diberi nama Pemerintah Nasional Kota Jakarta.
20 Februari 1950 dalam masa Pemerintahan. Pre Federal berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia.
24 Maret 1950 diganti menjadi Kota Praja Jakarta.
18 Januari 1958 kedudukan Jakarta sebagai Daerah swatantra dinamakan Kota Praja Djakarta Raya.
Tahun 1961 dengan PP No. 2/1961 jo UU No. 2 PNPS 1961 dibentuk Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.
31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun 1964 dinyatakan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta.
Tahun1999, melalaui UU No 34/1999 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, sebutan pemerintah daerah berubah menjadi pemerintah provinsi DKI Jakarta, dengan otoniminya tetap berada ditingkat provinsi dan bukan pada wilyah kota, selain itu wilayah DKI Jakarta dibagi menjadi 6 (5 wilayah kotamadya dan satu kabupaten administratif di Kepulauan Seribu.

 

 

ASAL MULA NAMA INDONESIA

Oleh Batara R. Hutagalung

Nama Indonesia muncul pertama kali di masa penjajahan Belanda. "Pencipta" kata ini adalah George Samuel Windsor Earl, seorang pengacara kelahiran London, yang bersama James Richardson Logan, seorang pengacara kelahiran Scotlandia, menulis artikel sebanyak 96 halaman di Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia No. 4, tahun 1850 dengan judul "The Ethnology of the Indian Archipelago: Embracing Enquiries into the Continental Relations of the Indo-Pacific Islanders."   

    
  
Mereka menamakan penduduk India-Belanda bagian barat yang berasal Proto-Malaya (Melayu tua) dan Deutero-Malaya (Melayu muda), sebagai Indunesians (Indu, bahasa Latin, artinya: India; Nesia, asal katanya adalah nesos, bahasa Yunani, artinya: kepulauan). Sedangkan penduduk di wilayah India-Belanda bagian timur masuk ke dalam kategori Melanesians(Mela = hitam. Melanesia = kepulauan orang-orang hitam). Oleh karena itu, Earl sendiri kemudian cenderung menggunakan istilah Melayu-nesians, untuk menamakan penduduk India-Belanda bagian barat. Kemudian Logan merubah Indunesia menjadi Indonesia (Indos dan Nesos, keduanya berasal dari bahasa Yunani) dalam tulisan-tulisannya di Journal tersebut.


Adalah Adolf Bastian, seorang dokter dan sekaligus etnolog Jerman, yang mempopulerkan nama Indonesia ketika menerbitkan laporan perjalanan dan penelitiannya di Berlin, yang diterbitkan dalam karya 5 jilid (1864 – 1894) dengan judul “Indonesien, oder die Inseln des malaysischen Archipels” (bahasa Jerman, artinya: “Indonesia, atau Pulau-Pulau dari Kepulauan Malaya”). Jilid I berjudul Maluku, jilid II Timor dan Pulau-Pulau Sekitarnya, jilid III Sumatera dan Daerah Sekitarnya, jilid IV Kalimantan dan Sulawesi, jilid V Jawa dan Penutup.           


Sejak dahulu hingga sekarang, para ilmuwan Eropa lebih senang menggunakan istilah/kata bahasa Latin atau Yunani untuk penamaan hal-hal yang sehubungan dengan ilmiah, demikian juga untuk menamakan ras penduduk di wilayah Malaya dan India Belanda bagian barat.

Eduard Douwes Dekker, dalam bukunya “Max Havelaar” menyebut India-Belanda dengan nama
 Insulinde, variasi bahasa Belanda untuk Kepulauan India. Ketika Indische Partij (Partai India) yang didirikan oleh keponakannya dilarang oleh Pemerintah India Belanda tahun 1913, para anggotanya mendirikan Partai Insulinde.

Baik
 Indunesia, Indonesien atau Insulinde semua artinya adalah Kepulauan India, untuk menunjukkan identitas pribumi yang hidup di bagian barat wilayah India- Belanda, sedangkan yang hidup di wilayah timur –Flores, Timor, Maluku dan Papua-sebenarnya adalah orang-orang Melanesia(Kepulauan orang-orang hitam).

Para pendiri bangsa ini pada awal gerakan kemerdekaan ingin meninggalkan dan menanggalkan nama
 Netherlands - IndiĆ«, yang artinya India Belanda. Nama ciptaan penjajah ini untuk membedakan denganBritish-India, yaitu India yang dijajah oleh Inggris. Oleh karena itu -mungkin kurang mencermati arti dan dampaknya di kemudian hari- para pendiri bangsa memilih kata 'INDONESIA', untuk BANGSA, NEGARA dan BAHASA yang pada waktu itu masih dijajah oleh Belanda.

Yang termasuk pertama menggunakan kata Indonesia pada awal tahun 20-an adalah Perhimpunan Indonesia di Belanda yang sebelumnya bernamaIndische Vereeniging, yang artinya adalah Perhimpunan India. Adalah seorang Belanda juga,  Prof Cornelis van Vollenhoven, yang tahun 1917 mengusulkan untuk mengganti kata 'Indisch' menjadi 'Indonesisch.' Tahun 1922
 Indische Vereeniging (Perhimpunan India) resmi menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia). Di India-Belanda (Netherlands-IndiĆ«), adalah Sam Ratu Langie dan Partai Komunis Indonesia yang dikenal sebagai yang pertama menggunakan kata INDONESIA.

Jadi kata Indonesia yang sampai sekarang digunakan oleh Republik Indonesia artinya tak lain adalah:
 Kepulauan India.

Apakah penduduk di Bumi Nusantara memang merasa bahwa negeri ini memang tepat dinamakan "Kepulauan India", atau menilai, bahwa negeri ini bukanlah bagian dari India? Seandainya bangsa ini sepakat untuk meninggalkan nama yang diciptakan oleh orang Eropa, maka Indonesia bukanlah negara pertama yang mengganti nama peninggalan masa penjajahan.
 

Banyak negara setelah merdeka mengganti nama yang “diciptakan” atau diberikan oleh penjajahnya, seperti Ceylon menjadi Sri Lanka, Burma menjadi Myanmar, Indo-Cina menjadi Vietnam, Rhodesia menjadi Zimbabwe, Gold Coast menjadi Ghana, South-West Afrika menjadi Namibia, dll.
 

Selain Indonesia, yang masih menggunakan nama yang “diciptakan” oleh orang-orang Inggris dan kemudian dipopulerkan oleh orang Jerman, negara yang masih tetap menggunakan nama peninggalan penjajahan adalah Philipina (Filipina). Ketika orang-orang Spanyol menguasai wilayah tersebut, sebagai persembahan kepada raja Spanyol, Philip, jajahan itu diberi nama
 Philipina.

Dapat menjadi bahan pertimbangan, untuk menggunakan nama yang telah 1000 tahun digunakan oleh nenek moyang kita, yaitu
 NUSANTARA!