M Djumaini Kartaprawira PhD
BUNG KARNO
SEBAGAI BAPAK PEMERSATU
BANGSA INDONESIA DAN AJARANNYA
PERJUANGAN BUNG KARNO MEMPERSATUKAN BANGSA
Bung Karno sebagai pejuang pemersatu bangsa, pejuang
melawan kolonialisme dan imperialisme, proklamator
kemerdekaan bangsa Indonesia dan presiden RI pertama
selalu dikenal dan dihormati oleh rakyat Indonesia.
Sebab selama hayatnya Bung Karno telah menyerahkan
seluruh tenaga dan fikirannya untuk mempersatukan
bangsa Indonesia agar menjadi bangsa besar yang hidup
dalam masyarakat berkeadilan dan berkemakmuran -
masyarakat adil makmur, yang bebas dari penindasan
manusia atas manusia, dan eksploitasi manusia atas
manusia.
Semua konsekuensi perjuangan untuk itu dia hadapi
dengan berani, meskipun harus masuk keluar penjara,
menjalani pembuangan dari satu tempat ke tempat lain,
menghadapi pencaci-makian dari lawan-lawan politiknya,
pengkhianatan dari kawan-kawan seperjuangannya,
mempertaruhkan kekuasaan dan jiwanya pada saat
kesehatannya yang sudah sa-ngat kritis.
Kepeduliannya atas nasib rakyat Indonesia yang dijajah
oleh kolonialisme Belanda adalah motor yang
menggerakkan jiwa Bung Karno untuk menyerahkan seluruh
jiwa raganya dalam perjuangan politik tersebut. Maka
tidak mengherankan kalau garis perjuangan Bung Karno
adalah melenyapkan kolonialisme untuk berdirinya
Indonesia Merdeka. Bung Karno menyadari bahwa
perjuangan melawan kolonialisme tidak bisa lepas
dengan perjuangan melawan kapitalisme. Maka perjuangan
Indonesia Merdeka juga tertuju kepada terbentuknya
masyarakat adil makmur (sosialisme Indonesia), yang
bebas dari eksploitasi manusia atas manusia. Dan
akhirnya, perjuangan untuk Indonesia Merdeka dan
terbentuknya masyarakat adil makmur tidak bisa
tercapai tanpa adanya persatuan seluruh bangsa
Indonesia.
Atas dasar pokok-pokok pikiran tersebut di atas Bung
Karno telah berhasil:
1. Menggugah rasa kebangsaan, sehingga bisa
membangkitkan kesedaran diri bahwa harus bersatu padu
untuk melawan penjajahan. Sebagai hasil proses
kesadaran itulah maka lahir Sumpah Pemuda pada Oktober
1928 yang merupakan manifestasi tekad para pemuda
untuk mewujudkan bangsa Indonesia bersatu di bawah
semboyan satu bangsa - bangsa Indonesia, satu bahasa -
bahasa Indonesia, dan satu tanah air - tanah air
Indonesia.
2. Dengan dukungan rakyat, memproklamirkan kemerdekaan
bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 45, yang
diikuti dengan pembentukan UUD 1945, pemerintahan
beserta alat perlengkapan negara lainnya.
Indonesia Merdeka inilah yang selalu ditunggu segera
kelahirannya, tanpa menunggu sampai rakyat bisa
membaca, berbudaya tinggi dsb.
3. Memimpin bangsa untuk mempertahankan negara dari
usaha-usaha come-backnya kolonialisme Belanda yang
disertai dengan aksi kolonial pertama dan kedua.
Bagaimanapun beratnya mempertahankan negara menghadapi
lawan yang persenjataannya jauh melebihi, dengan
persatuan seluruh kekuatan bangsa perjuangan dapat
dimenangkan.
4. Menggagalkan politik devide et impera Belanda yang
dengan mendirikan negara-negara boneka bertujuan untuk
mengeroyok RI di dalam Republik Indonesia Serikat.
Tetapi kenyataannya, negara-negara buatan van Mook
tersebut satu demi satu bergabung dengan RI. Dan
akhirnya RIS berubah menjadi NKRI secara
konstitusional. Hal ini membuktikan api persatuan Bung
Karno tetap membakar jiwa rakyat di daerah-daerah
tersebut dan gagallah proyek federalisme van Mook.
5. Dengan tindakan tegas menyelamatkan negara dari
bahaya separatisme dan gerombolan-gerombolan
pembrontak (RMS, PRRI-Permesta, Di/TII, Gerombolan
Andi Azis dll.) sehingga Indonesia terhindar dari
ancaman disintegrasi yang sangat berbahaya bagi
eksistensi negara Indonesia yang masih muda.
6. Memimpin perjuangan rakyat merebut kembali Irian
Barat dari cengkeraman kolonialisme Belanda, sehingga
tercapailah persatuan dan kesatuan Indonesia dari
Sabang sampai Merauke.
Harus diakui bahwa perjuangan mempersatukan bangsa
yang begitu majemuk suku bangsanya, etniknya,
agamanya, tingkat budayanya, wilayah dan jumlahnya
yang begitu besar, dan dilakukan dalam keadaan yang
serba kekurangan adalah kesuksesan yang maha besar.
Suatu bukti persatuan bangsa dapat memenangkan segala
macam perjuangan.
SUMBER IDE PERSATUAN BUNG KARNO
Seluruh kiprah perjuangan Bung Karno yang telah
berhasil mempersatukan bangsa Indonesia melawan
kolonialisme Belanda, mendirikan Negara Republik
Indonesia (bahkan menggalang solidaritas internasional
melawan nekolim), adalah buah ide dan gagasan
cemerlang yang dilahirkannya sejak masa mudanya.
Suatu ide politik tidak akan lepas dari suatu situasi
di mana penggagas berpijak. Ide Bung Karno lahir di
mana bangsa Indonesia dalam keadaan nestapa karena
penjajahan kolonialisme Belanda dan eksploitasi sistem
kapitalisme. Maka tidak mengherankan kalau benang
merah ide dan ajaran Bung Karno adalah persatuan
bangsa Indonesia untuk mengubah kenestapaan rakyat
menuju masyarakat adil dan makmur yang bebas dari
eksploitasi manusia atas manusia. Jelas ide persatuan
tersebut mempunyai tujuan luhur, bukannya persatuan
demi persatuan.
1. Ide persatuan yang pertama, dipublikasikan dalam
sebuah artikel Nasionalisme, Islamisme dan
Marx-isme. Dalam artikel tersebut dengan jelas ide
persatuan antara tiga golongan itu menjadi intinya.
Sebab masyarakat Indonesia pada dasarnya langsung atau
tidak, terlibat dalam ketiga ideologi tersebut. Dan
kenyataan tersebut tidak bisa dibantah oleh siapapun.
Dalam artikel tersebut, yang ditulis pada tahun 1926
di dalam Suluh Indonesia Muda, dan dalam masa
gawat-gawatnya perjuangan melawan kolonialisme
Belanda, dengan jelas Bung Karno menganjurkan dan
membuktikan bahwa persatuan antara masyarakat penganut
Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme bisa terjadi.
2. Ide persatuan tercermin juga dalam ajaran
Marhaenisme. Dalam Marhaenisme ini tercermin ide
persatuan kekuatan akar bawah, sebab persatuan di sini
terutama diarahkan kepada kaum: proletar, tani dan
kaum melarat lainnya. Mereka inilah yang oleh Bung
Karno disebut kaum marhaen.
Untuk merekalah perjuangan terbentuknya masyarakat
adil dan makmur dengan memegang panji-panji
sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.
3. Ide Persatuan tercermin dalam Pancasila, yang
dilahirkan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945 di dalam
pidatonya di dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dengan jelas
sekali ajaran persatuan nasional, persatuan bangsa
Indonesia ini dituangkan dalam pidato tersebut.
Anggota BPUPKI yang terdiri dari bermacam-macam
golongan ternyata bisa menerima Pancasila sebagai
Dasar Filsafat Negara Indonesia Merdeka. Bung Karno
dalam pidatonya di Universitas Indonesia tahun 1953
yang berjudul Negara Nasional dan cita-cita Islam
melukiskan bagaimana susah payahnya menghasilkan
kompromi dalam sidang BPUPKI. Sebab kalau tidak
menyetujui adanya Pancasila mungkin Indonesia tidak
akan muncul sebagai Indonesia seperti dewasa ini.
Mungkin di wilayah ex-Hindia Belanda ini yang muncul
adalah negara Indonesia tanpa Minahasa, Bali, Batak
Toba, Kep. Maluku, Timor, Flores dan lain-lainnya.
Demikianlah Pancasila yang merupakan tuangan ide
persatuan bangsa, yang kemudian dijadikan dasar
filsafat negara RI.
4. Ide Persatuan tercermin juga dalam konsep NASAKOM
(persatuan unsur Nasionalis, Agama dan Komunis).
Nasakom ini sesungguhnya penyempurnaan dari ide yang
tertuang dalam artikel Nasionalisme, Islamisme dan
Marxisme. Hanya saja unsur Islam diperluas menjadi
unsur Agama(A), sehingga di dalamnya persatuan
tersebut selain Islam terdapat agama-agama lainnya
(Katolik, Protestan Hindu, Budha). Sedang unsur KOM
adalah penegasan bahwa dialah yang karena tanpa tedeng
aling-aling menonjolkan ide Marxisme, diakui sebagai
unsur yang mewakili golongan marxisme. Dengan demikian
NASAKOM merupakan realisasi ide persatuan Bung Karno
sesuai konfigurasi peta politik konkrit pada waktu
itu.
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PEDOMAN PERSATUAN
NASIONAL
Semua ide Bung Karno tentang persatuan tersebut di
atas terkonsentrir di dalam Pancasila, yang telah
menjadi dasar negara RI. Maka uraian mengenai
Pancasila akan mendapatkan tempat yang utama.
Situasi politik di Indonesia yang sangat rawan akan
ancaman disintegrasi bangsa adalah disebabkan karena
akibat kekuasaan rezim orde baru yang telah
menyelewengkan nilai-nilai Pancasila. Maka mengkaji,
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
adalah salah satu usaha penting untuk menghindarkan
bahaya disintegrasi bangsa dewasa ini.
Fakta historis tanggal 1 Juni 1945 yang melahirkan
Pancasila harus dijadikan titik tolak dalam mengkaji
dan mengamalkan Pancasila, supaya tidak terjadi
penafsiran kontroversial tentang hakekat Pancasila
yang sebenarnya.
Adalah sangat penting untuk mengembalikan makna
nilai-nilai Pancasila sesuai dengan apa yang digagas
oleh Bung Karno. Maka dalam mengkaji balik Pancasila,
pertama-tama harus kita akui bahwa Pancasila itu
digali oleh Bung Karno, yang tertuang dalam pidatonya
pada tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia. Sebab dari situ kita akan menemukan inti
filsafat Pancasila sebenarnya, yang langsung dari
penggalinya - Bung Karno.
Mengenai Pancasila, Bung Karno selalu menyatakan
dirinya hanya sebagai Penggalinya. Tapi sesungguhnya
pernyataan itu hanya sebagai pernyataan rendah hati.
Yang tepat sesungguhnya Bung Karno tidak hanya sebagai
penggali, tetapi juga penciptanya. Menggali berarti
mengambil sesuatu yang masih merupakan bahan mentah
dari kandungan bumi. Sedang mencipta berarti
mengolah, membuat sedemikian rupa sehingga bahan-bahan
galian yang masih mentah tersebut menjadi barang-jadi.
Seperti kita ketahui Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
misalnya, memang digali dari bumi Indonesia, dimana
rakyatnya telah berabad-abad menganut berbagai macam
agama. Tapi tergalinya fakta tersebut, belumlah cukup
untuk mengatakan adanya atau terciptanya sila
Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan Falsafah
Pancasila. Fakta tersebut masih merupakan bahan galian
yang mentah. Sebab fakta adanya bermacam-macam agama
belum merupakan konsepsi falsafah yang bisa menangkal
kemungkinan timbulnya bentrokan atau peperangan antara
penganut-penganutnya. Bahan galian tersebut baru
menjadi salah satu sila dari Pancasila setelah diolah
oleh Bung Karno menjadi suatu rumusan filsafat negara
yang berintikan toleransi, saling menghormati dan
persatuan dari para penganut berbagai-bagai agama
untuk bersama-sama mewujudkan Indonesia yang adil dan
makmur.
Begitu juga sila Kebangsaan (nasionalisme, persatuan
Indonesia) adalah hasil godogan Bung Karno dari rasa
kesadaran sukubangsa-sukubangsa yang mendiami wilayah
Indonesia sebagai kesatuan bangsa Indonesia dengan
rasa kesadaran menghargai dan menghormati martabat
bangsa lain. Dengan digalinya fakta bahwa di kepulauan
Indonesia terdapat suku-suku bangsa yang
bermacam-macam, belum bisa menjamin tidak adanya
permusuhan antarsuku. Lebih dari itu Nasionalisme
dalam filsafat Pancasila adalah Nasionalisme yang
berpadu dengan Humanisme, yang oleh Bung Karno disebut
sosio-nasionalisme (Ben Anderson menamakannya
Nasionalisme Kerakyatan). Jadi jelas bukan
nasionalisme sempit yang menuju kepada sovinisme,
seperti yang berkembang di Eropah.
Sedang sila Demokrasi (Musyawarah-mufakat, atau
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan /perwakilan) adalah suatu hasil
godogan antara galian yang berwujud musyawarah dan
mufakat yang telah ada berabad-abad di kalangan
masyarakat Indonesia dengan falsafah yang mengarah
kepada tercapainya keadilan dan kemakmuran rakyat
bersama. Maka demokrasi yang demikian itu bukanlah
demokrasi yang menjurus ke anarkisme, yang
liberal-liberalan untuk berlomba memupuk kekuasaan dan
kekayaan bagi diri sendiri, keluarganya atau
kelompoknya, hingga melupakan kepentingan rakyat.
Demokrasi berdasarkan filsafat Pancasila oleh Bung
Karno disebut Sosio-Demokrasi, yaitu Demokrasi yang
bersenyawa dengan tuntutan Sila Keadilan Sosial, yang
merupakan demokrasi di bidang politik, ekonomi dan
budaya.
Demikianlah bahan-bahan mentah yang telah digali Bung
Karno telah dia masak dengan bumbu-bumbu: toleransi,
persatuan dan cita-cita masyarakat adil makmur
sehingga tercipta menjadi Pancasila Dasar Filsafat
Negara RI dan pedoman untuk perjuangan persatuan
nasional. Kita tidak bisa memalsukan sejarah
Pancasila, yang dilahirkan pada 1 Juni 1945 di depan
sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia. Maka segala tafsiran mengenai
Pancasila haruslah bertolak pada sumber aslinya, kalau
tidak mau dikatakan memutar-balikkan sejarah dan
hakekat Pancasila.
Selanjutnya Bung Karno menyatakan Pancasila bisa
diperas menjadi Trisila (Sosio-nasionalisme,
Sosio-demokrasi, Ketuhanan YME). Sedang Trisila bisa
juga diperas menjadi Ekasila - Gotongroyong. Perasan
terakhir ini mencerminkan inti dari Pancasila, yaitu
persatuan seluruh kekuatan bangsa Indonesia untuk
bersama-sama bergotong royong berjuang demi
terbentuknya masyarakat adil dan makmur.
Formulasi Pancasila seperti yang diucapkan Bung Karno
di BPUPKI diformulasikan di dalam UUD 45 (dan
konstitusi RIS, UUDS NKRI 1950) agak berbeda. Meskipun
demikian Pancasila yang tercantum di dalam UUD 45
(Pembukaan) tidak bisa dikatakan bertentangan dengan
Pancasila yang diucapkan Bung Karno pada 1 Juni 1945.
Hanya dua hal yang menurut pendapat kami harus
mendapatkan perhatian bahwa;
1. Bagaimanapun formulasinya di dalam Pembukaan UUD
45, tetaplah Bung Karno sebagai Penggali/Penciptanya.
2. Bagaimanapun formulasinya di dalam Pembukaan UUD 45
haruslah segala penafsiran dan pengamalannya sesuai
dengan yang tersurat dan tersirat di dalam pidato
Pancasila Bung Karno. Hal ini penting sekali untuk
menghindarkan penyalah gunaan ajaran Pancasila.
LIKU-LIKU SEJARAH PERJALANAN PANCASILA
Di masa kekuasaan Orde Baru Pancasila selalu dijadikan
label pada kegiatan dan kebijakannya. Nama Pancasila
dicatut untuk menutupi kekuasaan fasis otoriter yang
antirakyat, antinasional dan antidemokrasi.
Demikianlah dengan pembubuhan kata Pancasila pada
Demokrasi muncullah apa yang dinamakan Demokrasi
Pancasila, dengan mana rezim Orde Baru selama 32
tahun telah melakukan tindakan-tindakan yang melanggar
Pancasila itu sendiri, UUD 45, HAM dan keadilan.
Di samping itu Orde Baru tidak hanya menjadikan
Pancasila sebagai label belaka, tapi juga memperalat
sedemikian rupa sehingga dengan mudah penguasa bisa
mencap seseorang yang berbeda politiknya, melanggar
atau mengkhianati Pancasila. Dan bersamaan dengan itu
penguasa menyebarkan momok komunis/komunisme untuk
menakut-nakuti rakyat.
Rezim Orde Baru juga melakukan usaha-usaha untuk
menghapus jasa-jasa Bung Karno dari sejarah Indonesia
dan memanipulasi Pancasila. Misalnya, penguasa yang
melalui mendikbudnya - Nugroho Notosusanto, berusaha
memalsukan fakta sejarah, dengan pernyataannya bahwa
penggali Pancasila bukan Bung Karno. Kita belum lupa
penghapusan peringatan 1 Juni - Hari lahirnya
Pancasila dan diganti dengan peringatan terbunuhnya
para jenderal dalam peristiwa G30S dengan nama Hari
Kesaktian Pancasila, yang tidak ada kaitannya sama
sekali dengan Pancasila. Dan sangat menyedihkan bahwa
uang negara dihambur-hamburkan oleh rezim Orde Baru
hanya untuk mengelola suatu badan yang bernama BP-7
(dbp. Alwi Dahlan), yang nota bene bertujuan agar
Pancasila tetap bisa dimanfaatkan sebagai kendaraan
untuk mempertahankan kekuasaan Orba.
Pada zaman Orde Baru, 5 paket UU politik dan Dwifungsi
ABRI merupakan perangkat politik yang jelas-jelas
menjegal realisasi sila Demokrasi
(musyawarah-mufakat), sehingga mengakibatkan demokrasi
menjadi lumpuh tidak berjalan. Kekuasaan
totaliter-militeristik Orde Baru selama 32 tahun
mengakibatkan rakyat dewasa ini harus mulai belajar
demokrasi lagi. Dan terasa sampai dewasa ini demokrasi
hanya dijadikan alat untuk menang-menangan dalam
perebutan kepentingan golongan, sehingga mengorbankan
kepentingan rakyat.
Kesenjangan sosial warisan Orde Baru sampai sekarang
terus ditanggung rakyat. Kalau kesenjangan sosial ini
diumpamakan sebagai rumput kering, maka siapa saja
yang melempar api kepadanya akan terbakarlah rumput
tersebut dan terjadilah malapetaka yang tragis. Api
penyulutnya itu bisa dari perselisihan etnis, agama,
politik, dan apa saja. Maka tidak mengherankan
timbulnya keresahan-keresahan sosial di beberapa
daerah sebagai pencerminan menipisnya nilai-nilai
Pancasila di kalangan masyarakat.
Dengan adanya pembakaran gereja-gereja dan tempat
ibadah lainnya, telah membuktikan tentang adanya
bahaya yang mengancam ajaran toleransi kehidupan
antaragama yang terkandung dalam Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa. Dengan adanya bentrokan fisik antara
orang-orang Dayak dan orang-orang Madura di Kalimantan
Barat dan Kalimantan Tengah yang mengorbankan banyak
nyawa juga membuktikan adanya bahaya yang mengancam
atas ajaran kerukunan antarsuku bangsa yang terkandung
di dalam Sila Persatuan Indonesia (Nasionalisme).
Ucapan seorang menteri Orde Baru pada 17 Juni 1997 di
Surabaya bahwa:Halal darah dan nyawa para perusuh,
menunjukkan bagaimana nilai-nilai Pancasila direalisir
oleh Orde Baru.
Seandainya saja kue hasil pembangunan itu bisa
mengucur dari atas ke bawah - ke rakyat, dari pusat ke
daerah, mungkin keresahan sosial sedikit demi sedikit
bisa diatasi. Tapi sampai sekarang kue pembangunan
tersebut hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja.
Padahal untuk membiayai terciptanya kue pembangunan
ini telah dikeruk habis-habis kekayaan rakyat (minyak,
gas, hutan, emas dll.) ditambah dengan hutang luar
negeri yang berjumlah kurang lebih 150 milyar USD. Ada
suatu anggapan bahwa kalangan lapisan atas dengan
sengaja berusaha melupakan katakunci pemerataan,
yang sejak dulu (sebelum adanya perestroikanya
Gorbacev) telah merupakan tujuan dari Sila Keadilan
Sosial. Sedang pembangunan yang berwujud gedung-gedung
tinggi megah, obyek-obyek rekreasi mewah, jalan-jalan
aspal halus dan sebagainya, bukanlah prioritas
pembangunan yang diperlukan bagi kepentingan puluhan
juta orang yang hidup di sekitar garis kemiskinan.
Juga jalannya sila Perikemanusiaan (Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab) masih perlu diluruskan. Adalah wajar
bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum harus
ditindak sesuai peraturan hukum yang berlaku. Tapi
jelas tidak wajar bahwa di dalam negara hukum
Indonesia telah terjadi pembunuhan massal dan
penahanan puluhan ribu orang selama bertahun-tahun
tanpa proses hukum, yang sampai sekarang belum ada
tanda-tanda penegakan hak azasi yang terlanggar
tersebut. Adalah sukar diterima oleh akal sehat bahwa
orang yang menjadi korban penyerbuan (di gedung DPP
PDI jalan Diponegoro tahun 1996) malah diseret ke
pengadilan dan dijatuhi hukuman. Dimana sila
Kemanusiaan? Yang Adil dan Beradab? Nol besar, tidak
ada kemanusiaan, tidak ada keadilan, apalagi yang
beradab. Kasus-kasus yang terjadi di zaman Orde Baru
tersebut, sampai sekarang dampaknya masih terasa dan
belum terselesaikan.
Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah
Indonesia. Mengenang sejarah Pancasila mau atau tidak
mau kita mengenang Bung Karno juga, yang telah berjasa
menggali, menciptakan dan menempatkan Pancasila
sebagai Dasar Filsafat Negara Indonesia. Tidaklah
salah kalau Pancasila dikatakan sebagai hasil
pemikiran Bung Karno yang genial, yang mengandung
nilai-nilai filsafat tinggi, yang bisa diterapkan
tidak hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara
lain demi kerukunan ummat dan perdamaian dunia. Adalah
suatu penyelewengan terhadap Pancasila, apabila
penafsirannya tidak berdasarkan Pancasila-asli,
seperti yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni
1945. Mengenang Bung Karno adalah mengenang sejarah
perjuangan rakyat Indonesia yang mendambakan
kerukunan, kemerdekaan, perdamaian, keadilan dan
kemakmuran.
PERSATUAN UNTUK PERJUANGAN REFORMASI
Dalam era reformasi dewasa ini kiranya perlu
dikobarkan lagi ide persatuan Bung Karno demi
suksesnya gerakan reformasi, demi penghancuran
sisa-sisa kekuatan Orde Baru dan sistemnya. Hanya
dengan demikianlah pengentasan bangsa dan negara dari
kungkungan multikrisis bisa dilaksanakan.
Ini berarti bahwa para elite politik harus
menghentikan perang-tandingnya dalam perebutan
kedudukan dan kekuasaan, mengarahkan moral
intelektualnya kepada perbaikan nasib rakyat yang
terpuruk dalam kubangan multikrisis dewasa ini. Para
elit politik harus sadar diri akan perlunya membangun
kembali toleransi dan hidup berdampingan secara damai
antarumat beragama, perlunya kerukunan kehidupan antar
suku-bangsa dan etnik, perlunya kesadaran akan
supremasi hukum, HAM dan Keadilan sosial.
Proses disintegrasi bangsa dan negara yang sedang
berjalan dewasa ini adalah akibat dari proses
pembodohan yang dilakukan oleh Orde Baru, yang
mengakibatkan rakyat kehilangan jiwa dan semangat
Pancasila, tidak mengenal kembali nilai-nilai
Pancasila. Sebab Orde Baru sendiri tidak
berkepentingan untuk merealisasi nilai-nilai Pancasila
yang sebenarnya, seperti apa yang diajarkan Bung Karno
dalam pidatonya 1 Juni 1945 di sidang BPUPKI. Tapi
sebaliknya ajaran Pancasila bahkan diselewengkan dan
ditunggangi untuk kepentingan kelanggengan
kekuasaannya.
Dewasa ini, setelah jatuhnya rezim Suharto, muncullah
ke permukaan alam nyata akibat pembodohan dan
diselewengkannya Pancasila: di beberapa daerah timbul
gerakan separatisme, kerusuhan yang bermuatan isu
agama, pertentangan antara etnik dan lain-lainnya. Hal
itu, seperti telah diuraikan di atas, menunjukkan
hilangnya rasa sebagai satu bangsa, rasa toleransi dan
saling menghormati dalam kehidupan beragama dan rasa
kerukunan suku-suku bangsa dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sedang merebaknya organisasi-organisasi kemiliteran
dewasa ini, yang dapat dikategorikan sebagai salah
satu bentuk pengingkaran nilai-nilai Pancasila, jelas
hanya menambah eskalasi keresahan di dalam masyarakat
yang telah bosan akan keresahan.
Dalam era perjuangan untuk reformasi dewasa ini perlu
sekali satu poin penting dari Manipol (Manifesto
Politik) diperhatikan. Yaitu pemisahan antara kawan
dan lawan revolusi Indonesia. Tapi sesuai dengan
perkembangan politik dewasa ini, poin tersebut harus
diformulasikan sebagai pemisahan kawan reformasi dan
lawan reformasi (atau Pro-Reformasi dan
Kontra-Reformasi). Hal ini penting sekali di mana
kekuatan orde Baru masih bertebaran di seluruh
lembaga-lembaga negara dan kemasyarakatan. Jangan
sampai yang kita rangkul adalah lawan reformasi dan
sebaliknya kawan malah kita tendang. Bagaimana kita
bisa mencapai tujuan reformasi, kalau di dalam barisan
reformasi bercokol tokoh-tokoh antireformasi.
Bahwasanya Presiden Gus Dur dalam berbagai kesempatan
mengangkat Soekarno dan ajaran-ajarannya, patutlah
mendapatkan acungan jempol. Sebab apa yang dilakukan
Gus Dur tersebut merupakan suatu hal yang sangat
langka dilakukan oleh elit-elit politik lainnya.
Mereka sebaliknya malah selalu menjelek-jelekkan Bung
Karno, menyamakan Soekarno dengan Soeharto.
Tapi dalam kaitannya dengan Pidato Perdamaian yang
diucapkan Presiden Gus Dur, di mana diminta agar kita
menghilangkan istilah orde-orde-an (Orba, Orla),
agaknya perdamaian semacam itu dapat disangsikan
kemaslahatannya. Hal itu sama saja mencampur harimau
dan kambing dalam satu kandang, setelah penghapusan
nama harimau dan kambing. Akibatnya hanya
ketragisan yang akan kita peroleh. Sebaliknya kita
seharusnya lebih jeli lagi melihat siapa kawan dan
siapa lawan reformasi, kita harus lebih giat lagi
mengekspos kejahatan-kejahatan Orba, yang telah
mencelakakan Negara dan Bangsa. Menghilangkan kata
Orde Baru (Orba) dalam kamus politik sama saja kita
menghapus atau paling tidak melupakan
kejahatan-kejahatan Orde Baru.
Maka dari itu dalam perjuangan untuk reformasi, kita
harus lebih menekankan perlunya persatuan bangsa atas
dasar prinsip persatuan bangsa seperti yang tertuang
dalam Pancasila ajaran Bung Karno, dengan tanpa
melupakan siapa kawan dan lawan reformasi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa ide dan ajaran Bung
Karno tentang persatuan bangsa sangat relevan sebagai
salah satu pedoman untuk mengatasi multikrisis di
Indonesia dewasa ini.
Dalam memperingati HUT ke-100 Bung Karno
sepantasnyalah kalau kita mengangkat salut
setinggi-tingginya kepada Bung Karno, yang telah
berjasa menanamkan ide persatuan bangsa dan yang
dengan konsekuen mempertahankan ide tersebut dari masa
mudanya hingga akhir hayatnya. Bahkan pencopotan
jabatan presiden oleh MPR-Orba yang dipimpin jendral
A.H.Nasution (dengan TAP MPR No.XXXIII/1967) tidaklah
menggoyahkan konsistensinya atas ide dan ajarannya
tersebut di atas. Dalam perjuangan reformasi dewasa
ini, yang antara lain berjuang untuk menegakkan
keadilan, maka selayaknyalah gerakan reformasi
menuntut pencabutan TAP MPR No.XXXIII/1967, yang tidak
adil dan inkonstitusional, sebagai tanda penghormatan
atas jasa-jasa Bung Karno terhadap bangsa dan negara.*
Rev:
0 komentar on BUNG KARNO MENYERAHKAN JIWA RAGANYA UNTUK INDONESIA :
Posting Komentar
Terima kasih Mas bro n sis atas kunjunganya ke blog kami semoga Allah selalu melindungikita " Bila ada sumur diladang boleh kita menumpang mandi kalau ada umur panjang anda pasti banyak rejeki "