Jejaring Sosial menjauhkan diri dari Kehidupan Nyata

 Berselancar di dunia maya dengan menghabiskan waktu di situs jejaring sosial, bisa membuat orang mencandu dan akhirnya memutuskan diri dari interaksi langsung alias kehidupan nyata. Demikian pendapat ahli di Malaysia, baru-baru ini.   Orang yang sering membuka Facebook di komputer rumah, di kantor ataupun melalui telepon genggamnya, meski semuanya itu mudah dan cepat,  justru semakin menjauhkan dirinya dari interaksi langsung dengan orang lain. Demikian dikatakan psikologis dan penasihat Adnan Omar.   “Contohnya, banyak pasangan yang kehilangan kesempatan bertemu langsung atau pergi makan malam. Mereka cukup puas dengan berinteraksi di internet, sekedar mengencek e-mail dari perangkat telekomunikasi mereka,” ungkapnya.   Kekhawatiran Adnan adalah, orang akan semakin kehilangan kemampuan berhubungan dengan orang lain. “Anda bisa saja mengenal orang di Rusia, namun kenyataannya Anda sudah tak mengenal siapa tetangga Anda. Padahal ia tak jauh dari Anda,” ungkapnya.   “Jika Anda menghabiskan waktu sekitar 25 jam selama sepekan untuk jejaring sosial dibandingkan beraktivitas ataupun alasan akademis lainnya, itu artinya Anda telah kecanduan. Anda telah dimudahkan kondisi internet yang gampang tersedia, dan Anda tak perlu mematikannya”.   Adnan mengaku banyak pecandu situs jejaring social yang merasa kehilangan, saat mereka mengecek melalui telepon genggam, namun tak ada yang merespons.   “Saat seseorang memposting gambar mereka dan status terkini (updates), mereka sebenarnya menunggu respons balik untuk dapat memuaskan mereka. Alasan lainnya adalah untuk membuang waktu. Teknologi memang semakin memudahkan orang beraktivitas, namun tak selamanya produktivitas ini membuat kita benar.”





Cara Efektif Memotivasi Diri

KOMPAS.com - Setiap orang punya mimpi yang tentunya ingin direalisasikan, bukan sekadar berhenti pada angan-angan dan harapan. Sebesar apapun impian, tanpa motivasi yang memicu aksi, takkan berwujud nyata. Namun bagaimana cara Anda memotivasi diri? Mengandalkan diri sendiri atau membutuhkan dorongan dari orang lain yang memberikan penguatan juga inspirasi?

Motivasi terkuat tentunya berasal dari dalam diri. Namun tak jarang, motivasi dari dalam diri ini melemah apalagi jika dihantam dengan berbagai penghalang dari dalam dan luar diri. Selain juga berbagai faktor luar yang melemahkan semangat dan bahkan membuat Anda kehilangan arah saat berupaya meraih mimpi. Kehilangan motivasi, inilah yang kemudian menjauhkan Anda dari impian.

"Kadang kita takut memulai dan mengalah terhadap penghalang. Padahal seharusnya kita mengatasi, memecahkan penghalang tersebut agar menjadi peluang. Terkadang kita juga terjebak dengan penilaian orang lain. Kalau apa yang kita lakukan baik menurut kita, apapun itu, apa salahnya. Yang boleh menilai baik buruk adalah diri sendiri, bukan orang lain. Rasa malas juga menjadi penghambat yang kerap menjadi penghalang itu," jelas Liza Elly Purnamasari, Puteri Indonesia Lingkungan 2011,  kepada Kompas Female seusai mengikuti kelas motivasi bersama motivator Ainy Fauziyah, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menaklukkan penghalang dan mengembalikan kekuatan dalam diri, inilah makna dari motivasi. Terkadang, motivasi hilang dari dalam diri dan membutuhkan pihak luar untuk mengingatkan diri agar kembali ke tujuan awal dalam melakukan apa pun dalam hidup. Liza mengakui, kelas motivasi yang diikutinya menjadi pilihan caranya menstimulasi kembali motivasi yang sebenarnya ada dalam diri. "Ini seperti mengingatkan kembali diri sendiri," jelasnya.

Sementara bagi peserta kelas motivasi lainnya, Satto Raji, entrepreneur, motivasi dari luar, seperti kelas motivasi atau lainnya, tetap dibutuhkan meskipun seseorang sudah terbiasa memotivasi dirinya sendiri.  "Beberapa hal yang disampaikan dalam kelas motivasi sebenarnya juga sudah dilakukan saat memotivasi diri sendiri. Namun memang motivasi dari luar diri dibutuhkan, untuk membantu mencari jalan keluar mengatasi masalah atau hambatan, untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dan mendorong melakukan aksi,"jelasnya.

Motivasi dari luar diri bisa berasal dari ragam sumber. Selain kelas motivasi yang boleh jadi tak sesuai untuk beberapa pribadi, buku juga bisa menjadi sumber inspirasi dan stimulan motivasi seseorang. "Memotivasi diri melalui buku, membuat seseorang dapat lebih obyektif membaca masukan dan saran, bahkan sugesti tertentu. Yang kemudian diterima dan disesuaikan dengan pengalaman pribadi masing-masing," tutur Rahayu Pratiwi, dosen perguruan tinggi di Jakarta.

Setiap pribadi tentunya punya cara yang menurutnya lebih efektif untuk memotivasi diri. Baik mengandalkan diri sendiri, ataupun mulai berpikir untuk membutuhkan bantuan dengan mendapatkan stimulan dari orang lain. Apapun pilihan caranya, motivasi nyatanya punya peran penting untuk membantu Anda mewujudkan berbagai rencana dengan aksi, bukan sekadar konsep yang ada di kepala. 

Bagaimana dengan Anda, lebih nyaman mengandalkan diri sendiri atau butuh orang lain untuk menguatkan motivasi?

BENARKAH ?!

Benarkah bahwa Presiden SBY adalah
public enemy (musuh publik) ?


 

Setelah mengikuti banyak berita-berita pers dan berbagai siaran televisi akhir-akhir ini, kita bisa bertanya-tanya apakah presiden SBY masih mendapat kepercayaan rakyat untuk menangani berbagai persoalan besar dan berat yang dihadapi bangsa dan negara dewasa ini. Sebab, terdengar makin banyak suara dari berbagai kalangan, yang mengindikasikan bahwa kepercayaan publik terhadap kepemimpinan presiden SBY sudah anjlog. Bukan itu saja, ketidakpercayaan terhadap SBY ini sudah meningkat menjadi kemarahan dari bermacam-macam kalang            an di banyak tempat di seluruh Indonesia.
Bahkan, dalam salah satu tayangan di televisi Metro TV baru-baru ini ada orang yang mengatakan bahwa presiden SBY sekarang sudah menjadi public enemy (musuh publik). Mungkin saja, kata-kata public enemy bisa dianggap keterlaluan kasarnya atau kebablasan, tetapi ini mencerminkan kemarahan publik yang sudah makin memuncak terhadap SBY akhir-akhir ini.
Sebagian dari ketidakpuasan banyak kalangan, bahkan kemarahan rakyat, telah dimanifestasikan oleh banyaknya aksi-aksi atau demo yang dilakukan oleh organisasi pemuda dan mahasiswa di banyak kota di Indonesia dalam rangka Hari Anti Korupsi Sedunia dan hari HAM sedunia. Dalam dua peringatan ini telah diangkat kembali masalah korupsi dan pelanggaran HAM yang masih tetap menjadi persoalan besar yang tidak bisa diselesaikan bangsa kita.

Korupsi sumber ketidakpercayaan kepada SBY

Terutama masalah korupsi merupakan sumber besar  ketidak-percayaan dan kemarahan rakyat terhadap presiden SBY. Kasus Bank Century yang menyangkut uang negara lebih dari RP 6 triliun yang tidak jelas juntrungnya, ditambah dengan kasus Gayus Tambunan yang menghebohkan seluruh negeri, menunjukkan bahwa presiden SBY tidak menunjukkan kepemimpinan yang diinginkan oleh rakyat banyak. Singkatnya, sangat sangat mengecewakan !!!
Baik dalam kasus Bank Century maupun kasus Gayus Tambunan dirasakan adanya hal-hal yang menimbulkan dugaan bahwa presiden SBY tidak mau, atau tidak berani, atau tidak bisa, bertindak tegas sebagai pemimpin negara dan pemimpn pemerintahan, dengan alasan « tidak mau memasuki ranah hukum », « tidak mau intervensi ».
Kalau dalam kasus Bank Century ada kecurigaan-kecurigaan adanya hal-hal yang « tidak lurus «  yang dilakukan oleh pendukung-pendukung Partai Demokrat yang dipimpin oleh SBY, maka dalam kasus Gayus Tambunan banyak orang mempertanyakan mengapa SBY berusaha supaya kasus Gayus ini ditangani oleh polri saja, yang sudah mengindikasikan bahwa Gayus akan dikenakan perkara gratifikasi saja, dan bukan perkara penyuapan.
Kelihatannya ada kalangan-kalangan yang menduga-duga bahwa keputusan SBY tentang penanganan masalah Gayus ini supaya dilakukan terutama oleh tangan-tangan polri, dan bukannya oleh KPK, adalah karena polri adalah langsung di bawah presiden SBY, seperti halnya kejaksaan agung. Dengan begitu presiden SBY bisa ikut « mengarahkan » penanganan kasus Gayus, dan dengan cara demikian  SBY beserta pendukung-pendukungnya dapat menyelamatkan penunggak pajak raksasa yang jumlahnya sekitar 150 perusahaan besar.
Dengan dalih bahwa Gayus hanya akan dikenakan perkara gratifikasi, maka meskipun ia sudah menerima uang suapan sebanyak sekitar Rp 100 miliar, ia akan dijatuhi hukuman yang ringan sekali, kalau tidak dibebaskan sama sekali. Yang paling aneh atau keterlaluan tidak masuk nalar yang waras adalah bahwa dengan dipakainya rumus « gratifikasi » maka perusahaan-perusahaan yang pernah menyuap Gayus (termasuk 3 perusahaan besar grup Aburizal Bakrie) akan bebas dari tuntutan hukum.

Kelemahan,  keragu-raguan, ketidak-beranian kepemimpinan SBY

Dengan munculnya kasus Gayus Tambunan, maka tidak saja kelihatan masih merajalelanya korupsi yang berkelas kakap di Indonesia, melainkan juga tetap terus bobroknya atau busuknya aparat-aparat hukum negeri kita. Dalam sejarah Republik Indonesia, tidak ada kebobrokan atau kerusakan di kalangan kepolisian, kejaksaan dan kehakiman (pengadilan) seluas dan separah seperti yang terjadi di masa pemerintahan SBY sekarang ini.  Hanya pemerintahan Orde Baru di bawah Suhartolah yang bisa mengalahkan atau menyamai kebobrokan pemerintahan SBY.
Banyak orang mengkaitkan kebusukan atau kebobrokan di kalangan pimpinan Polri dan Kejaksaan Agung (dan juga kehakiman atau pengadilan) dengan kelemahan, atau kelambatan, atau keragu-raguan, atau kehati-hatian, atau ketidak-beranian kepemimpinan SBY. Ada juga yang menghubungkan ketidak-tegasan SBY ini dengan kekuatirannya bahwa hal-hal yang termasuk « suram » yang berkaitan dengan kemenangannya sebagai capres dalam pemilu bisa dibongkar atau dikutik-kutik.
Di samping adanya kenyataan bahwa politik pemerintahan di bawah SBY memang menjalankan politik yang pro neo-liberal dan tidak menguntungkan rakyat, SBY juga diikat oleh koalisi yang terdiri dari partai-partai yang juga sama-sama reaksionernya.  Karena itu, koalisi partai-partai reaksioner yang duduk dalam DPR ini menjadi ajang kongkalikong dalam berbagai bentuk dan cara, dan melakukan berbagai macam kejahatan berjemaah terhadap kepentingan rakyat. Sebagian dari partai-partai ini sudah menjadi pengkianat rakyat, dan karenanya   -- pada hakekatnya !  --  juga sudah menjadi musuh rakyat..
Dengan pandangan semacam itu, maka sebenarnya,  atau pada intinya,   bukan hanya SBY saja yang menjadi public enemy, melainkan juga partai-partai yang mendukungnya. Oleh karena itu, berbagai fenomena di negeri kita menunjukkan  bahwa SBY sudah makin jauh dari rakyat. Terasa sekali bahwa tidak ada hubungan hati dan fikiran yang hangat dan erat antara presiden SBY dan rakyat banyak.
Sekarang makin kelihatan  bahwa berbagai kalangan di masyarakat tidak hanya kehilangan kepercayaan kepada aparat kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman atau pengadilan, melainkan juga kepada pribadi presiden SBY. Ketidak-percayaan rakyat terhadap kepemimpinan SBY ini, yang sudah  turun sejak lama, akhir-akhir ini bertambah parah dengan munculnya « blunder » (kesalahan besar) mengenai hiruk-pikuk kasus keistimewaan daerah Jogyakarta. Rakyat Jogyakarta sudah memasang spanduk besar-besaran yang bertuliskan SBY= Sumber Bencana Yogya
Begitu hebatnya kemerosotan kepercayaan terhadap pemerintahan yang dipimpin SBY sehingga dalam aksi-aksi yang dilakukan baru-baru ini di berbagai kota dikibarkan bendera Merah Putih setengah tiang, sebagai tanda keprihatinan dan kemarahan. Puncak kemarahan ini terjadi pada tanggal 13 Desember ketika warga seluruh kota Jogya mengibarkan bendera setengah tiang, dan puluhan ribu penduduk secara beramai-ramai menyaksikan sidang  terbuka DPRD Jogya yang membicarakan soal keistimewaan daerah ini. Peristiwa ini merupakan « pemberontakan damai » atau tantangan penduduk Jogya terhadap pemerintahan SBY, atau setidak-tidaknya merupakan pukulan yang serius terhadap muka presiden SBY.

Perkembangan fikiran atau opini publik terhadap kepemimpinan presiden SBY ini sangat gawat dan bahkan bisa menimbulkan berbagai gejolak masyarakat yang makin lama bisa makin membesar, karena SBY beserta partai-partai koalisinya tidak akan bisa mengadakan perubahan-perubahan besar guna memperbaiki situasi politik, ekonomi dan sosial yang makin ruwet nantinya. Terutama sekali pemerintahan SBY tidak akan mungkin  dapat segera menyelesaikan masalah korupsi yang sudah merusak moral janjangan yang paling atas sampai paling bawah.

Banyak orang melihat dengan lebih terang ketokohan SBY

Kekecewaan dan kemarahan banyak kalangan terhadap SBY (dan pendukung-pendukungnya) mengindikasikan bahwa opini publik kita sudah bisa melihat lebih terang lagi kepada « ketokohan » SBY sebagai pemimpin rakyat dan negara. Walaupun SBY telah dipilih sebagai presiden secara langsung dengan perolehan suara sekitar 62% dalam pemilu yang lalu, namun sekarang ternyata bahwa banyak orang sudah tidak lagi menyukai tindakan-tindakan atau sikapnya, terutama tentang korupsi. Dewasa ini Indonesia merupakan negara yang ter-korup di daerah Asia-Pasifik.
Ketika dalam pemilu yang lalu banyak sekali orang yang mengharapkan (atau mengira) bahwa SBY akan bisa merupakan presiden yang  betul-betul bertindak sebagai pemimpin rakyat, maka mereka kemudian  merasa sebagai tertipu mentah-mentah. Ada yang berpendapat bahwa SBY ternyata bukan tokoh yang bisa menjadi contoh sebagai pemimpin rakyat. Di bawah pemerintahannya situasi negara dan bangsa tambah ruwet, atau penuh gejolak. Perdebatan panas mengenai keistimewaan daerah Jogya hanyalah salah satu bagian saja dari banyaknya persoalan parah yang harus dihadapi SBY.

Perbedaan besar kepemimpinan SBY dengan Bung Karno

Dari berbagai  tindakannya, atau sikapnya, mengenai macam-macam  soal yang berkaitan dengan negara dan bangsa, nampak sekali perbedaannya dengan kepemimpinan Bung Karno. Kalau kebesaran sosok dan keagungan ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno sampai sekarang masih bersemayam di hati banyak sekali orang, --walaupun ia sudah wafat 40 tahun yang lalu, akibat siksaan Suharto selama dalam tahanan – maka kelihatannya nama SBY tidak mendapat tempat yang terhormat dalam hati rakyat.
Sesudah pengkhianatan besar-besaran oleh Suharto terhadap pemimpin rakyat dan bangsa, Bung Karno, maka negara kita belum mempunyai lagi pemimpin lainnya yang bisa dikategorikan sebagai pemimpin rakyat yang sebenarnya, yang seagung dan seluhur Bung Karno. Kita bisa melihat bahwa semua (atau sebagian terbesar sekali)  tokoh Indonesia yang pernah mengaku dirinya sebagai pemimpin rakyat adalah sebenarnya tidak pantas dinamakan pemimpin  rakyat. Karena mereka tidak memiliki sifat yang bisa dijadikan contoh, atau tindakan-tindakannya tidak bisa menimbulkan hormat bagi banyak orang.

Contoh dari Venezuela : presiden Hugo Chavez

Dalam kaitan ini, kiranya bisa diambil contoh dari presiden Venezuela, Hugo Chavez, seorang mantan perwira militer yang berpandangan revolusioner kerakyatan, yang terpilih secara demokratis sebagai presiden. Sejak terpilih menjadi presiden Venezuela, ia telah melakukan perubahan-perubahan besar-besaran di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, militer, dan hubungan luar negeri, yang pada pokoknya selalu mementingkan rakyat dan anti-imperialisme (terutama AS). Karena kedekatannya dengan rakyat, maka rakyat Venezuela selalu menyokongnya dalam melawan musuh-musuh dalam negeri maupun luar negeri.
Menurut TEMPO Interaktif, (11 Des O3), Presiden Venezuela Hugo Chavez berencana untuk memerintah (berkantor) sementara dari sebuah tenda pemberian pemimpin Libya Muammar Gaddafi setelah mengundang para keluarga yang kehilangan tempat tinggal akibat hujan deras untuk tinggal di istananya.

Hujan terburuk dalam satu dekade ini telah menimbulkan malapetaka di negara eksportir minyak utama Amerika Selatan itu dengan menewaskan lebih dari 30 orang dan menyebabkan kehilangan tempat tinggal lebih dari 100 ribu orang di desa-desa pesisir dan daerah kumuh kota.
Dari Istana kepresidenan pindah berkantor ke tenda

"Siapkan hadiah Gaddafi. Anda dapat memasangnya di taman Miraflores, menaruhnya di sana karena aku akan pindah ke tenda," kata Chavez saat mengunjungi pengungsian di lingkungan miskin di belakang istana presiden Miraflores. Gaddafi dikenal karena telah memimpin sidang di sebuah tenda Badui besar ketika melakukan kunjungan luar negeri dan menggunakannya saat dalam perjalanan ke Venezuela, tahun lalu.

Presiden Hugo Chavez memindahkan 25 keluarga ke istana pada bulan November dan  mengatakan kepada pembantunya untuk mempercepat persiapan untuk menerima lagi 80 keluarga.  "Kita bisa menaruh beberapa tempat tidur di kantor utama saya," katanya. Chavez telah turun langsung ke seluruh negeri untuk mengawasi bantuan kemanusiaan. Demikian berita Tempo Interaktif.
Sudah tentu, tindakan Hugo Chavez, seorang mantan militer yang berjiwa sosialis revolusioner, untuk menampung di Istananya sebagian penduduk Venezuela yang terkena banjir dan menyediakan juga tempat-tempat tidur bagi mereka di kantor utamanya adalah sesuatu yang sama sekali « aneh » atau luar biasa bagi para penguasa di Indonesia. 
Ketika membaca berita tentang tindakan-tindakan Hugo Chavez, mungkin ada di antara kita yang ingat kepada banyaknya penduduk lereng Merapi, Mentawai, Wasior dan lain-lain, yang sangat menderita karena ketimpa bencana.  Kalau seandainya para penguasa di Indonesia semuanya mempunyai sikap pro rakyat dan karakter politik seperti Hugo Chavez maka nasib rakyat kita akan jadi lain, tidak seperti sekarang ini.
Mengingat itu semua, maka kita bisa menarik pelajaran   -- dan juga mengambil kesimpulan  -- bahwa dengan pemimpin-pemimpin sejenis dan sekaliber SBY, maka negara dan bangsa kita tidak akan mungkin mengadakan perubahan-perubahan besar dan fundamental yang menguntungkan kepentingan rakyat. Artinya,  dengan tokoh-tokoh pendukung SBY yang dewasa ini mengangkangi kedudukan-kedudukan kunci di badan-badan eksekutif, legislatif,dan judikatif (dan dunia usaha !!!) , maka situasi bangsa dan negara tidak akan mungkin  meraih perbaikan, dan bahkan sebaliknya,  akan menjadi makin memburuk.
Indonesia akan bisa mengadakan perubahan-perubahan besar, hanya melalui jalan reformasi yang menyeluruh dan restorasi yang  luas sekali, yang bisa berbentuk revolusi rakyat, seperti yang ditunjukkan oleh Bung Karno, atau oleh praktek revolusioner presiden Hugo Chavez. Jalan lainnya, seperti pekerjaan tambal sulam yang dilakukan oleh SBY beserta pendukung-pendukungnya dewasa ini,  adalah jalan buntu.

A. Umar Said
= = = =

DEKLARASI

Deklarasi « 7 Cita-cita Perubahan Indonesia »

oleh angkatan muda


Persatuan antara berbagai golongan lintas aliran politik

dan agama menuju Kongres Pemuda

Satu perkembangan penting sedang terjadi di kalangan angkatan muda Indonesia !!! Persatuan atau kesatuan tekad sedang digalang untuk berjuang bersama-sama  demi adanya perubahan besar-besaran dan fundamental di negeri kita yang sedang dilanda korupsi yang parah di seluruh bidang, kebejatan moral di « kalangan atas », pelecehan hukum yang keterlaluan di kalangan penegak hukum, kebusukan di kalangan politisi dan para tokoh masyarakat.

Berbagai gerakan di kalangan muda Indonesia, yang lintas aliran politik dan lintas agama telah mendeklarasikan  «  7 Cita-cita Perubahan Indonesia » yang merupakan program besar dan penting untuk bernegara dan berbangsa, yang sekarang sedang morat-marit atau ambur-adul di banyak bidang.
Perkembangan penting yang mencerminkan adanya kesamaan atau kesepakatan tujjuan ini dapat dilihat dari tergabungnya banyak organisasi-organisasi dari kalangan Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan sosialis (atau kiri), dalam deklarasi « 7 Cita-cita Perubahan Indonesia ».

Kalau semua berjalan lancar, maka bisa diharapkan bahwa usaha besar ini akan merupakan dorongan untuk terbentuknya front nasional di kalangan angkatan muda Indonesia yang akhirnya bisa bersama-sama melahirkan Kongres Pemuda Indonesia di kemudian hari.

Perkembangan yang demikian ini akan membikin angkatan muda Indonesia tidak ketinggalan dari perkembangan di negeri-negeri Arab (antara lain di Aljazair, Libia, Tunisia, Mesir, Siria, Jordania, Bahrain, Yaman, Oman, bahkan juga di Saudi Arabia dan Iran yang bukan Arab) dimana angkatan mudanya sudah dan sedang berjuang untuk perubahan.

Deklarasi bersama « 7 Cita-cita Perubahan Indonesia » oleh angkatan muda Indonesia ini sangat penting dan bersejarah, mengingat bahwa sekarang ini sudah tidak bisa diharapkan lagi adanya perubahan-perubahan besar dan fundamental yang bisa dibikin oleh para « tokoh-tokoh » yang sekarang dan oleh sisa-sisa Orde Baru.

Hari kemudian bangsa dan negara kita adalah di tangan angkatan muda Indonesia !!!

A.Umar Said
Paris, 21 April  2011      
         
* * *


Persatuan Gerakan Mahasiswa dan Pemuda

Siap Turunkan SBY-Boed


Selasa, 19 Apr 2011

JAKARTA, RIMANEWS - Gerakan Pemuda dan Mahasiswa yang terdiri dari elemen PII, PMKRI, HMI, PMII, LMND, GMKI, KAMTRI, HIMMAH dan IMM kemarin (18/04) mendeklarasikan 7 Cita-Cita Perubahan Indonesia dengan tujuan memberikan kontribusi positif bagi negara.

Pertemuan yang di lakukan di gedung Joeang 45 ini menggagas 7 Cita-Cita Perubahan, yang berisi antara lain Indonesia merdeka dari penjajahan gaya baru demi mewujudkan kedaulatan dan kemandirian bangsa, supremasi hukum tanpa diskriminasi, tangkap adili dan sita kekayaan para perampok uang rakyat, persatuan Indonesia yang berlandaskan keadilan sosial dan semangat kebhinekaan, Indonesia bebas dari kemiskinan melalui redistribusi tanah untuk rakyat dan industrialisasi yang kuat dan mandiri, Indonesia memiliki pemimpin nasional yang mandiri, berani, demokratis dan bermental kerakyatan serta demokrasi Indonesia tanpa oligarki.

Lamen Hendra Saputra ketua umum Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) mengatakan kaum pergerakan mahasiwa dan pemuda menilai ada sistem yang salah dalam konsep pembangunan di Indonesia.

“Perkumpulan kita hari ini ingin memberitahukan kepada rakyat bahwa Indonesia diselimuti gurita hitam, yang berlindung di dalam istana hitam Cikeas. Dari awal SBY-Boediono naik sebagai Presiden dan Wapres saja sudah criminal, dengan menggunakan segala cara untuk memenangkan pemilu termasuk menggunakan biaya bailout Century untuk kampanye, kemudian hari ini dengan bangganya melakukan kebohongan public dengan mengeluarkan data pertumbuhan ekonomi, tapi ironisnya itu tidak di ikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Solusinya adalah pembangunan front persatuan anti boneka imperialis(SBY-Boediono) melawan kebohongan public ini.

Poin yang sudah kami susun adalah hasil kajian kami selama ini. Kita mencari benang merah dan akhirnya ada solusi yang kami namakan 7 cita-cita perubahan. Kami ingin menyatakan kepada publik bahwa gerakan mahasiswa tidak sekedar aksi reaktif, hanya bertumpu pada isu tertentu. Kita ingin punya gagasan dan kami share kepada publik,” kata Ton Abdillah dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dalam acara Konsolidasi Pelajar dan Mahasiswa Indonesia "Perubahan Sudah Tidak Bisa Ditunda" dan launching "7 Cita-Cita Perubahan" di Jakarta, Senin 18 April 2011.

Jika memang ketika perubahan yang harus segera dipercepat ini memerlukan pergantian rezim (SBY-Boediono) maka secepatnya harus kita rumuskan metodenya, tidak perlu menunggu 2014, lanjut M.Chozin ketum HMI MPO.(ian)
* * *

 Konsolidasi HMI, GMNI,PII,IMM, PMKRI,GMKI,

Hindu,Budha dan Kaum Muda

Senin, 18 Apr 2011

JAkARTA-Konsolidasi pelajar, pemuda dan mahasiswa karena perubahan tak
bisa lagi ditunda, berlangsung Senin di Jakarta. SBY-Boediono dinilai
gagal, dan rakyat makin marginal. Feodalisme dan neoliberalisme makin
kental.

Aksi konsolidasi yang digelar mahasiswa dan pelajar di Jakarta Senin
tadi berakhir dengan simpulan bahwa aksi mendesak perubahan akan terus
dilakukan bersama semua elemen perubahan. DPP IMM, PMKRI, GMKI, PB PII,
PB HMI, KMHDI, GMNI, LMNB, mahasiswa Budha, Hindu, Dan semua elemen
gerakan mengutuk kegagalan Negara dan pemerintah mengatasi kemiskinan dan
ketidakadilan.

Mereka menggelar aksi anti kebohongan. ‘’Rezim SBY-Boed lembek, korup
dan bohong. Aparat bertindak represif dan bengis, suatu kutukan sejarah
yang terus berulang,'' kata Ton Abdillah Haz, Ktua Umum IMM.

Pekan lalu, seratusan orang telah berkumpul di dalam ruangan yang tidak
begitu besar. Mereka sebagian besar adalah perwakilan berbagai
organisasi dan komite aksi yang ada di Jakarta.

Masinton Pasaribu, Ketua Umum Repdem dan sekaligus tuan rumah pertemuan
ini, membuka pertemuan dengan sedikit kata sambutan. “Ini merupakan
pertemuan awal untuk menggagas sebuah kongres pemuda Indonesia,”
katanya.

Karena rencana hajatan kongres pemuda itulah Masinton dan sejumlah
inisiator mengundang berbagai organisasi untuk berkumpul. Sekitar 30-an
organisasi terdaftar di absensi panitia. Lagu kebangsaan “Indonesia
Raya” pun berkumandang saat pertemuan ini baru dimulai.

Agus Jabo, ketua Umum Partai Rakyat Demokratik, menjelaskan soal kenapa
persatuan sangat diperlukan saat ini. “Sekarang ini, kita berhadapan
dengan apa yang disebut imperialisme dan neo-kolonialisme. Alat untuk
melawan imperialisme dan nekolim itu adalah persatuan nasional,”
tegasnya.

Inisiator lain dari pertemuan ini adalah Haris Rusli Moti, aktivis
Petisi-28. Ia menuturkan bahwa semangat komunike Bandung 1955 dapat
dijadikan sebagai landasan persatuan pemuda ini. “Dalam komunike Bandung
1955, sudah jelas bahwa Indonesia berwatak anti-nekolim dan
anti-imperialisme.”

Merumuskan Persoalan


Seorang aktivis perempuan dengan bersemangat mengabarkan soal rencana
pertemuan di kalangan organisasi perempuan. Meski banyak berbicara soal
perempuan, ia tetap menyatakan dukungan terhadap rencana kongres pemuda
ini.

Beberapa saat kemudian, Agus Jabo menjelaskan panjang lebar mengenai
kesesuaian antara ciri-ciri imperialisme yang pernah disebutkan Bung
Karno dalam pidato “Indonesia Menggugat” dengan praktek kebijakan
pemerintahan SBY-Budiono saat ini.

Keempat ciri itu adalah sebagai berikut: : (1) Indonesia tetap menjadi
negeri pengambilan bekal hidup, (2) Indonesia menjadi negeri pengambilan
bekal-bekal untuk pabrik-pabrik di eropa, (3) Indonesia menjadi negeri
pasar penjualan barang-barang hasil dari macam2 industri asing, (4)
Indonesia menjadi lapang usaha bagi modal yang ratusan-ribuan-jutaan
rupiah jumlahnya.

Keempat ciri itu, kata Agus Jabo, sudah sesuaian dengan apa yang
dijalankan oleh SBY-Budiono sekarang ini. “Dengan fakta ini, maka kita
tidak ragu lagi untuk menyebut SBY-Budiono sebagai agen nekolim dan
imperialisme,” katanya.

* * *

Alumni HMI: Indonesia Berada dalam Genggaman Mafia


Kamis, 21 April 2011
RMOL. Indonesia dalam genggaman mafia. Betapa tidak, praktek mafia menjadi pemandangan nyata sehari-hari. Praktek dilakukan dari hulu hingga hilir, tanpa terkecuali pemegang amanah kekuasaan rakyat.

Hal itu dikatakan Ta’zim Jurubicara Gerakan Alumni Himpunan Mahasiswa Isalam (GAHMI) dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Rabu malam (20/4).

“Kalau dahulu ada istilah mafia Istana Cendana, sekarang mafia Istana Cikeas," kata Ta'zim.

Apalagi, Wikilieks kemudian melansir kawat diplomatik tentang praktek mafia yang melibatkan keluarga SBY.

"Istana Cikeas menjadi tempat transaksi segelintir kepentingan utk membangun konspirasi merampok Negara," lanjutnya.

Oleh karenanya, Ta'zim mendesak KPK untuk membuka skandal korupsi yang melibatkan Istana Cikeas. GAHMI juga meminta revisi Undang-undang pemberantasan korupsi ditolak, sebab mengkebiri pemberantasan korupsi.

"Jika tidak juga dilakukan, maka SBY-Boediono harus turun," tegasnya.

Sebelumnya, harian The Age mengutip tulisan WikiLeaks soal kebocoran kawat diplomatik Kedubes AS di Jakarta. Dalam tulisan pada tanggal 11 Maret 2011 itu, The Age membeberkan dosa keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhyono yang dinilai menyalahi kewenangannya. SBY dituding terlibat kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Dalam kawat yang tidak diketahui nomor dokumennya itu, SBY dikatakan secara personal terlibat untuk mempengaruhi jaksa penuntut dan hakim untuk melindungi sejumlah tokoh politik
* * *

BELAJARLAH

Belajar Dari Pergolakan-pergolakan di Negara-negara Arab



Tulisan ini mengajak para pembaca untuk sama-sama berusaha merenungkan atau mencoba menganalisa tentang hebohnya masalah NII, atau  kegiatan gerakan-gerakan Islam radikal di Indonesia, dan tentang makin banyaknya kalangan muda (termasuk kalangan mahasiswa) yang « tercuci otaknya » akibat praktek-praktek berbagai kalangan radikal atau fundamental,  antara lain Jemaah Islamiyah, FPI, pesantren Al Zaitun dll dll

Adalah menarik (dan juga penting !) bagi kita semua untuk mencoba menelaah bagaimana perspektif gerakan (atau golongan)  Islam radikal, Islam fundamentalis, dan Islam terroris  dalam masa-masa yang datang di Indonesia. Dan sebagai perbandingan, kiranya baik juga kita coba soroti perkembangan gerakan-gerakan  yang secara besar-besaran dan meluas sedang melanda di sebagian terbesar negara-negara Arab.

Ada masalah-masalah berat dan parah di negara-negara Arab

Apa yang terjadi di sebagian terbesar negara-negara Arab akhir-akhir ini menunjjukkan kepada dunia, bahwa ada masalah-masalah berat dan parah yang terjadi di negara-negara itu, sehingga rakyatnya – dengan dorongan angkatan mudanya ( !!!)  serta berbagai lapisan dan golongan masyarakat lainnya  -- bangkit menuntut adanya perobahan atau pembaruan atau pembongkaran.

Seandainya  masalah-masalahnya itu tidak sebegitu berat dan parah, maka tentunya rakyat-rakyat  Arab di sekian banyak negara itu tidak akan bangkit berontak atau mengadakan perlawanan besar-besaran dalam berbagai  skala seperti yang terjadi Siria, Jordania, Yaman, Bahrein, Mauritania, Maroko, Aljazair, Tunisia, Libia, Mesir dan banyak lainnya.

Kebangkitan rakyat-rakyat di begitu banyak negara Arab itu, dan lagi pula secara beruntun atau serentak, dan dalam segala macam variasi dan isi, adalah perkembangan yang dahsyat besarnya, yang  akan ada dampaknya atau pengaruhnya bagi kehidupan Islam di negara-negara itu dan juga di negara-negara lainnya.

Dalam sejarah modern selama beberapa abad yang lampau belum pernah muncul fenomena yang begitu mempesonakan banyak orang di dunia. Boleh dikatakan, bahwa tahun 2011 adalah tahun kebangkitan angkatan muda  rakyat-rakyat Arab dibanyak negara. Kebangkitan ini akan berlangsung terus, meskipun dengan mengalami pasang surut dan menghadapi macam-macam kesulitan atau berbagai  ragam masalah-masalah baru di setiap negara.

Inspirasi bagi gerakan-gerakan di negara-negara Arab lainnya

 

Pergolakan besar-besaran di begitu banyak negara-negara Arab sekarang ini menjadi inspirasi bagi tumbuhnya gerakan yang searah atau sejiwa bagi angkatan muda negara-negara lainnya yang menghadapi masalah-masalah yang serupa, yaitu perjuangan untuk mendatangkan perubahan atau pembaruan dalam bidang politik dan pemerintahan, sosial, ekonomi dan kebudayaan, termasuk hal-hal menyangkut  bidang kehidupan agama.

Gerakan besar-besaran rakyat-rakyat negara-negara Arab ini sekarang sedang saling melihat, saling memperhatikan, saling mengabarkan, saling membandingkan mengenai apa yang  terjadi di negara-negara masing-masing. Kemajuan-kemajuan alat komunikasi massa – televisi, Internet, telpon genggam, Face Book, SMS, twitter, You Tube – makin memudahkan proses « gethok tular » atau tukar-menukar tentang berbagai macam gerakan dan peristiwa di negara-negara Arab akhir-akhir ini.

Karena faktor-faktor itu jugalah maka peristiwa pemuda pedagang buah di kota kecil di Tunisia, Muhammad Bouazizi (26 tahun),  yang bunuh diri dengan membakar dirinya, -- sebagai protes keras terhadap sistem politik, sosial dan ekonomi yang selama 32 tahun dikangkangi oleh presiden Tunisia, Ben Ali, yang reaksioner dan koruptor besar – menjadi pemicu dan pencetus gerakan-gerakan yang sekarang sedang melanda negara-negara Arab.

Banyak orang tidak menyangka bahwa perbuatan pemuda Tunisia ini kemudian menjadi simbol kebangkitan dan trompet perlawanan rakyat-rakyat Arab lainnya. Ini semua membuktikan bahwa rakyat-rakyat di negara-negara Arab sudah bertekad untuk memerangi segala hal yang selama puluhan tahun (bahkan berabad-abad) telah membelenggu dan menindas mereka. Gerakan-gerakan ini menyerupai gunung-gunung  berapi yang meledakkan dan memuntahkan lahar yang sudah begitu lama terpendam.

Kita perlu belajar dari gerakan pembaruan di negara-negara Arab


Bagi bangsa  Indonesia apa yang terjadi akhir-akhir ini di banyak negara-negara Arab adalah penting untuk diperhatikan dan dijadikan bahan renungan atau pemikiran. Sebab, sebagian terbesar (85%) bangsa Indonesia terdiri dari pemeluk ajaran Islam dan yang menyatakan diri sebagai Muslim. Jumlah mereka ini lebih besar dari jumlah seluruh penduduk negara-negara Arab dijadikan satu. Dengan begitu Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang beragama Islam yang terbesar di dunia.

Selama ini agama Islam di Indonesia terkenal sebagai agama yang toleran, yang moderat, dibandingkan dengan yang di negara-negara Arab pada umumnya, kecuali di Saudi Arabia, yang merupakan negara dengan sistem monarkhi mutlak. Namun, Islam di Indonesia yang dikenal sebagai toleran, telah « diganggu » oleh berbagai ragam aliran, antara lain oleh DI-TII, NII, Jemaah Islamiah, FPI dan banyak lagi lainnya.

Seperti kita ketahui semua, berlainan dengan sikap dua organisasi Islam yang terbesar di Indonesia , yaitu Nahdatul Ulama dan Muhammadiah, maka ada kalangan-kalangan Islam lainnya yang menginginkan digantinya NKRI dengan Negara Islam Indonesia, dan berlakunya Syariah Islam sebagai hukum yang mengatur kehidupan bernegara dan berbangsa di negara yang berpenduduk sekitar 240 juta orang ini, nomor ke 4 di dunia,  sesudah Tiongkok, India, Amerika Serikat.

Keinginan sejumlah kalangan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia ini, mendapat perlawanan dari sebagian terbesar bangsa Indonesia, karena bertentangan dengan sejarah perjuangan bangsa untuk mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan merupakan pengkhianatan terhadap proklamasi 17 Agustus 45, serta pengkhianatan terhadap Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Sebab,  berdasarkan pengalaman sejarah, sebagian terbesar bangsa Indonesia menganggap bahwa NKRI dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ikanya adalah bentuk negara yang paling cocok untuk negara dan bangsa kita, dan sudah tidak bisa digugat, dirombak, atau digantikan dengan bentuk dan isi yang lain lagi, apalagi dengan Negara Islam Indonesia dengan Syariah Islamnya..

(Walaupun, sekali lagi walaupun !, selama rejim militer Orde Baru sampai sekarang negara dan bangsa dirusak oleh banyaknya pelanggaran HAM, merajalelanya korupsi, rusaknya moral para tokoh-tokohnya, busuknya sistem pemerintahan, bejatnya sistem hukum dan peradilan, dan seribu satu macam penyakit parah lainnya).

Negara-negara Arab tidak lebih maju dari pada Indonesia !

 

Kalau kita mau berterus-terang, dan sama-sama perhatikan, maka akan nyatalah  bahwa di negara-negara Arab yang kebanyakan diperintah oleh penguasa-penguasanya yang beragama Islam  -- dan sedikit banyaknya mentrapkan unsur-unsur Islam dalam negara dan pemerintahan mereka --  tidaklah bisa dikatakan lebih baik, lebih maju, lebih berbudaya, lebih memperhatikan rakyatnya masing-masing, dari apa yang terjadi di Indonesia.

Itulah sebab-sebab utama atau latar belakang mengapa terjadi pergolakan-pergolakan besar atau perlawanan di begitu banyak negara-negara Arab. Pergolakan atau perlawanan di banyak negara-negara Arab sekarang ini umumnya bukanlah hasil rekayasa anasir-anasir subversif asing atau akibat hasutan kaum komunis Arab atau lainnya, dan bukan pula karena ulah kalangan-kalangan yang mau iseng dan hanya cari avontur tanpa tujuan yang jelas.

Gerakan besar-besaran yang melanda banyak negara Arab sekarang ini adalah gerakan yang datang dari rakyat-rakyat  Arab sendiri (terutama dari angkatan mudanya !!!). Ini bisa kita saksikan sendiri dari banyaknya tayangan di televisi atau foto-foto di media cetak. Karena datang dari sumbernya sendiri, yaitu rakyat-rakyat Arab, dan bukan barang impor (dari Barat atau dari fihak-fihak lainnya) maka pergolakan atau perlawanan ini akan bisa berlangsung lama dan menjangkau hasil-hasil yang fundamental sifatnya.

NII adalah bertolak belakang dengan tujuan gerakan di banyak negara Arab

 

Dari berita-berita yang banyak disiarkan selama ini, maka nyatalah bahwa gerakan atau perlawanan di negara-negara Arab sekarang ini umumnya bukanlah untuk menjadikan Islam sebagai tujuan perjuangan (antara lain negara Islam dengan Syariahnya) melainkan perjuangan untuk perubahan dan pembaruan, baik dalam sistem kenegaraan dan pemerintahan, maupun di bidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan, termasuk berbagai aspek atau praktek di bidang agama Islam.

Dari sudut ini, kiranya dapat kita katakan bahwa segala impian berbagai ragam kalangan Islam radikal tentang mendirikan Negara Islam Indonesia (dengan Syariah Islamnya) adalah bertentangan sama sekali atau bertolak-belakang dengan apa yang sudah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi di negara-negara Arab.

Dan lagi, berbagai kalangan Islam di Indonesia, selama ini mempunyai ilusi atau kecenderungan untuk menganggap bahwa segala apa yang « berbau Arab » adalah benar, baik, dan bahkan mulia. Ini disebabkan (antara lain) :  karena bahasa Arab adalah bahasa kitab suci, dan karena Mekah terdapat  di Saudi Arabia.

Padahal sudah sejak lama banyak berita yang menunjukkan bahwa di banyak negara-negara Arab rakyat-rakyatnya hidup dalam belenggu lama dan baru, tidak mempunyai kebebasan demokratis dalam soal politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan serta agama. Seperti dikatakan oleh Amir Musa, tokoh utama Liga Arab (organisasi besar dimana tergabung negara-negara Arab) bangsa-bangsa Arab umumnya terbelengggu oleh kemiskinan dan keterbelakangan.

Saudi Arabia bukanlah contoh yang ideal bagi Indonesia

 

Dalam rangka ini patutlah kiranya kita longok sedikit apa-apa yang berkaitan dengan negara Saudi Arabia, untuk pengetahuan kita bersama. Ini penting sekali, karena di Indonesia terdapat berbagai kalangan Islam yang berpendapat bahwa Saudi Arabia adalah contoh yang ideal bagaimana seharusnya negara harus diperintah atau dikelola.

Saudi Arabia bukanlah contoh yang ideal bagi bangsa Indonesia !!!!! (harap perhatikan, tanda seru lima kali). NKRI kita (walaupun masih banyak yang harus diperbaiki, karena ulah para koruptor dan orang-orang yang bejat moralnya) adalah jauh lebih baik dari pada kebanyakan negara-negara Arab, yang jumlahnya sekitar 20-an itu, apalagi kalau dibandingkan dengan Saudi Arabia. Negara yang disanjung-sanjung banyak kalangan.

Bagi kalangan Islam di Indonesia yang ingin mengetahui serba sedikit tentang Saudi Arabia dapat memperolehnya dari berbagai bahan (baik dan buruk) yang bisa dilihat melalui Google di Internet. Dengan membuka Google, maka segala macam informasi dapat didapat, tanpa sensor, tanpa pembatasan, dan dari segala fihak.

Dari Google ini, setiap orang dapat membaca bahwa Saudi Arabia adalah kerajaan monarkhi mutlak (absolute monarchy) yang tidak mempuyai parlemen seperti negara-negara lainnya di dunia, tidak mempunyai konstitusi, tidak mengadakan pemilihan umum, tidak ada partai-partai politik, hakim-hakim ditunjuk oleh raja, bahwa kedudukan wanita adalah rendah dan tidak dihargai, bahwa  raja adalah pusat besar kekuasaan, dan bahwa prinsip-prinsip demokrasi dan HAM diabaikan.

Sebagian kecil (sekali lagi sebagian kecil saja !) dari segi-segi negatif tentang kehidupan di Saudi Arabia akhir-akhir ini terbongkar dengan banyaknya kisah-kisah yang menyedihkan tentang penderitaan TKW yang bekerja dengan sengsara di negara itu dengan mendapat perlakuan yang sama sekali tidak bermanusiawi dan berkebudayaan.

Dibandingkan dengan Indonesia, Saudi Arabia adalah jauh terbelakang

 

Dibandingkan dengan praktek-praktek di Indonesia, yang menjalankan demokrasi (walaupun tidak atau belum sempurna) dengan dibimbing Pancasila dan dipayungi Bhinneka Tunggal Ika, maka jelaslah bahwa sistem kenegaraan atau pemerintahan di Saudi Arabia  -- dan juga di sejumlah negara-negara Arab lainnya, adalah jauh terbelakang atau sangat ketinggalan.

NKRI yang seperti sekarang ini ,bisa merupakan contoh bagi negara-negara Arab, termasuk Saudi Arabia, dan bukan sebaliknya, dalam hal sistem kenegaraan dan juga dalam mengatur kehidupan bagi rakyat, walaupun masih terdapat banyak hal yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, angan-angan berbagai kalangan Islam radikal untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (dengan Syariah Islamnya)  adalah bertentangan dengan aspirasi sebagian terbesar rakyat.

Dan lagi, keinginan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia sudah kelihatan tidak sejiwa atau tidak searah dengan perkembangan gerakan-gerakan perubahan dan pembaruan di negara-negara Arab. Karena itu, mereka yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia patut (dan perlu sekali !!!) belajar dari isi dan tujuan gerakan-gerakan, yang dimotori oleh angkatan muda, dan yang sedang melanda di begitu banyak negara Arab.

Mungkin sekali, perubahan dan pembaruan di negara-negara Arab ini akan  memberi sumbangan dan merupakan dorongan bagi terjadinya juga perubahan di kalangan Islam di Indonesia, terutama di kalangan Islam radikal.

Di sini pulalah terletak arti pentingnya gerakan-gerakan di negara-negara Arab sekarang ini.

      

A. Umar Said


* * *

EKONOMI INDONESIA

Dominasi Asing Dalam Ekonomi Indonesia
Akibat Pengkhianatan  Para Maling


Perkembangan situasi di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan bahwa negara dan bangsa sudah mengalami krisis multidimensional dan bersegi banyak yang berbahaya sekali , dan merupakan ancaman nyata bagi hari kemudian tanair kita bersama. Krisis besar ini tercermin dengan jelas sekali dalam makin hilangnya kepercayaan rakyat terhadap kepemimpinan nasional (presiden SBY), makin bobroknya berbagai bidang pemerintahan, makin rusaknya kehidupan perlementer, makin membusuknya dunia peradilan.
Krisis besar dan multidimensional di berbagai bidang kehidupan bangsa dan negara sekarang ini bersumber – pada pokoknya --   dari parahnya krisis moral atau hebatnya krisis akhlak yang sudah melanda banyak kalangan, dan terutama kalangan atas
Bagi kita yang mengamati sejarah Republik Indonesia sejak tahun 1945 sampai sekarang nyatalah bahwa krisis moral yang meluas sekarang ini merupakan yang terbesar dan terparah. Seperti yang disaksikan oleh banyak orang, kehidupan moral publik di jaman rejim militer Suharto adalah sangat rusak. Namun, krisis moral atau krisis akhlak yang sedang kita saksikan bersama dewasa ini tidaklah kalah dengan situasi waktu itu.
Krisis moral inilah yang menyebabkan  timbulnya banyak persoalan parah negara dan bangsa, yang diakibatkan oleh tindakan atau kelakuan para pemimpin atau tokoh-tokoh, Persoalan parah ini mencakup seluruh bidang kehidupan bangsa, di antaranya dan terutama ( !)  bidang ekonomi atau  kesejahteraan rakyat. Persoalan parah di bidang ekonomi bangsa ini, ada kaitannya dengan dominasi asing, yang sudah mencengkeram banyak sekali sektor-sektor vital ekonomi Indonesia. Demikian besarnya dominasi asing ini sehingga mengurangi, atau melumpuhkan, bahkan menghilangkan kedaulatan nasional !!!
Kerusakan moral yang berkaitan dengan ekonomi negara dan bangsa adalah  luar biasa parahnya, sehingga sudah  beredar julukan (penamaan) atau cemooh bahwa negara Indonesia adalah negara kleptocratie atau negaranya  para maling. Dan maling-maling ini, yang umumnya berdasi, dan banyak yang mempunyai gelar sarjana, dan terkenal sebagai ahli di berbagai bidang, telah membikin negara kita menjadi negara yang terkorup di Asia.
Para maling atau penjahat kelas berat yang terdiri dari para intelektual dan tokoh-tokoh yang korup, reaksioner, rusak moralnya inilah yang telah menjerumuskan negara kita dalam jurang kehancuran, yang disebabkan oleh banyaknya persoalan-persoalan besar dalam ekonomi dan dominasi asing di banyak bidang atau sekstor yang vital.
Dalam tulisan kali ini masalah dominasi asing dalam kehidupan ekonomi negara dan bangsa merupakan topik yang diangkat, mengingat makin parahnya masalah ini, yang memerlukan perhatian dari seluruh bangsa. Untuk memberikan gambaran sedikit saja, atau sebagian saja, dari besarnya dominasi asing dalam bidang ekonomi Indonesia, maka disajikan di bawah ini angka-angka yang bisa membikin kita semua kaget terbelalak,  atau membikin banyak orang bertanya-tanya « mengapa negara kita sudah jadi begini ? ». Silakan simak baik-baik.
Angka-angka dominasi asing di bidang ekonomi yang « mengerikan »
Menurut Kompas (23 Mei 2011), « Dominasi pihak asing kini semakin meluas dan menyebar pada sektor-sektor strategis perekonomian. Pemerintah disarankan menata ulang strategi pembangunan ekonomi agar hasilnya lebih merata dirasakan rakyat dan berdaya saing tinggi menghadapi persaingan global.
Dominasi asing semakin kuat pada sektor-sektor strategis, seperti keuangan, energi dan sumber daya mineral, telekomunikasi, serta perkebunan. Dengan dominasi asing seperti itu, perekonomian sering kali terkesan tersandera oleh kepentingan mereka.
Per Maret 2011 pihak asing telah menguasai 50,6 persen aset perbankan nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Secara perlahan porsi kepemilikan asing terus bertambah. Per Juni 2008 kepemilikan asing baru mencapai 47,02 persen.
Hanya 15 bank yang menguasai pangsa 85 persen. Dari 15 bank itu, sebagian sudah dimiliki asing. Dari total 121 bank umum, kepemilikan asing ada pada 47 bank dengan porsi bervariasi.
Tak hanya perbankan, asuransi juga didominasi asing. Dari 45 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di Indonesia, tak sampai setengahnya yang murni milik Indonesia. Kalau dikelompokkan, dari asuransi jiwa yang ekuitasnya di atas Rp 750 miliar hampir semuanya usaha patungan. Dari sisi perolehan premi, lima besarnya adalah perusahaan asing.
Hal itu tak terlepas dari aturan pemerintah yang sangat liberal, memungkinkan pihak asing memiliki sampai 99 persen saham perbankan dan 80 persen saham perusahaan asuransi.
Pasar modal juga demikian. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek.
Pada badan usaha milik negara (BUMN) pun demikian. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen.
Lebih tragis lagi di sektor minyak dan gas. Porsi operator migas nasional hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75 persen dikuasai pihak asing. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM menetapkan target porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 persen pada 2025. » (kutiban dari Kompas selesai)

Mereka adalah pengkhianat rakyat, penjahat-penjahat besar bangsa


Ketika membaca tulisan dalam Kompas di atas itu saja banyak orang sudah mendapat gambaran bahwa ekonomi negara dan bangsa kita sudah didominasi asing. Dan dalam proporsi yang besar, atau persentase yang betul-betul menggambarkan bahwa negara kita sudah dijadikan jajahan tipe baru, atau dalam bahasa Bung Karno  « neo-kolonialisme » (nekolim).
Padahal, apa yang ditulis dalam Kompas itu hanyalah baru sebagian saja dari seluruh dominasi asing di bidang ekonomi negara dan bangsa kita. Namun, dari itu saja sudah dapat kita telaah bahwa dominasi asing dalam sektor-sektor vital ekonomi negara dan bangsa adalah akibat juga kerjasama, atau kongkalikong, atau kolusi, atau permufakatan jahat, antara fihak asing dengan berbagai kalangan atas di Indonesia  yang korup dan bermoral busuk.
Dominasi asing yang sudah begitu besar itu adalah, pada hakekatnya, pengkhianatan atau kejahatan berbagai pejabat  atau tokoh-tokoh (dalam pemerintahan, DPR, MPR, DPRD, atau lembaga-lembaga penting lainnya). Dominasi asing telah diijinkan, dipermudah masuknya, diberikan fasilitas-fasilitas, oleh para pembesar di Pemerintahan Pusat dan daerah-daerah, dengan macam-macam cara haram. Ini berbentuk segala rupa « tender » palsu atau direkayasa, segala jenis transaksi atau MOU (memory of understanding), yang diadakan lewat agen atau broker dan pengacara, yang umumnya tidak bermoral.
Karena dominasi asing ini sudah begitu luas, dan sudah menimbulkan kerugian dan penderitaan yang sangat besar pula bagi bangsa dan negara, maka dosa mereka itu sekali-kali tidak bisa dimaafkan atau dibiarkan begitu saja.  Dengan melakukan berbagai tindakan yang menyebabkan terjadinya dominasi asing di bidang ekonomi bangsa maka mereka ini telah menodai atau melanggar UUD 45 pasal 33, yang  berbunyi :

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. »

Pengkhianatan berat terhadap Konstitusi

Dalam mengamati situasi negara dan bangsa kita dewasa ini, maka jelaslah bahwa sekarang ini sedang terjadi banyak pelanggaran-pelanggaran, termasuk yang sangat serius atau parah, terhadap berbagai dasar negara dan bangsa,  antara lain UUD 45, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika.
Banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang bermacam-macam itu telah banyak disajikan dalam  tulisan-tulisan yang terdahulu.
Tulisan dalam Kompas ((23 Mei 2011) menunjukkan kepada kita semua bahwa dominasi asing di bidang ekonomi kita sudah merupakan pengkhianatan besar, karena bertentangan sekali dengan pasal 33 UUD 45 kita, yang berbunyi : « Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. »
Pelanggaran serius terhadap Konstitusi kita ini kelihatan jelas sekali kalau kita lihat persoalan dalam industri minyak dan gas. Porsi operator migas nasional hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75 persen dikuasai pihak asing. Berbagai daerah di Nusantara kita sudah dibagi-bagi dalam kaveling  maskapai-maskapai asing.
Negara kita kaya dengan minyak dan gas bumi. Namun, kita sering melihat adanya antri bensin yang panjang dimana-mana, karena kurangnya persediaan dalam negeri. Sebagian besar hasil minyak  dan gas kita dikuasai oleh maskapai-maskapai asing.  Demikian juga halnya dengan tambang mas dan bahan-bahan berharga lainnya Freeport di Papua. Juga berbagai macam tambang di Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sumatera dan Jawa.
Jadi selama ini, pasal 33 UUD 45 telah dirobah oleh para pencilok (pencuri, bahasa Minang), para penipu, para perampok , para penjahat, yang bersarang dalam lembaga-lembaga  pemerintahan (Pusat dan daerah),  dan dewan-dewan perwakilan rakyat, yang  bersekongkol dengan konco-konconya di partai-partai politik   menjadi pasal yang berbunyi « bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh modal asing dan dipergunakan  untuk sebesar-besar penderitaan dan kesengsaraan rakyat » !!!!! (harap perhatikan, tanda seru lima kali).

Pancasila adalah kiri dan anti-kapitalis

Besarnya dominasi asing dalam perekonomian Indonesia  dewasa ini adalah perusakan harga diri bangsa, pengkerdilan kedaulatan rakyat, dan pelangggaran pasal-pasal 33 UUD 45 kita, yang berarti juga pelanggaran atau pengkhianatan terhadap Pancasila. Dan inilah yang harus kita lawan besar-besaran dan  secara bersama-sama dewasa ini
Mengenai masalah perlawanan terhadap dominasi asing, atau penetrasi dan intervensi kekuatan asing di Indonesia Bung Karno sudah menunjukkan sikap yang bisa menjadi inspirasi besar dan contoh yang bagus sekali. Boleh dikatakan bahwa sebagian penting dari hidup Bung Karno adalah justru untuk melawan dominasi asing, baik yang berbentuk kolonialisme, neokolonialisme (nekolim), kapitalisme, liberalisme dan imperialisme .
Jadi, dalam situasi ekonomi bangsa dan negara yang sekarang dalam dominasi asing ini adalah 
baik dan berguna sekali bagi kita semua untuk menghayati sedalam-dalamnya isi jiwa Pancasila, seperti yang dijelaskan Bung Karno sendiri. Sebab isi Pancasila yang asli, dan isi pasal 33 UUD 45 adalah pegangan yang cocok  bagi bangsa Indonesia untuk menghadapi berbagai persoalan besar bangsa sekarang ini, termasuk  persoalan dominasi asing.
Bung Karno mengatakan : «  Kiri adalah juga menghendaki satu masyarakat yang adil dan makmur, di dalam arti tiada kapitalisme, tiada exploitation de l’homme par l’homme, tetapi kiri. Oleh karena itu maka saya berkata tempo hari, Pancasila adalah kiri.  Oleh karena apa ? Terutama sekali oleh karena di dalam Pancasila adalah unsur keadilan sosial.  Pancasila adalah anti kapitalisme. Pancasila adalah anti exploitation de l’homme par l’homme. Pancasila adalah anti eploitation de nation par nation. Karena itulah Pancasila kiri »  (kutiban dari buku « Revolusi belum selesai » halaman 77).
Kelihatannya, apa yang dikatakan Bung Karno seperti dikutib di atas, adalah jawaban yang tepat untuk menghadapi situasi ekonomi negara  dan bangsa yang dibelenggu oleh kapitalisme yang anti rakyat, yang penuh dengan penghisapan (pemerasan)  manusia oleh manusia, penghisapan (pemerasan)  bangsa  yang satu oleh bangsa lainnya.
Dominasi asing dalam bidang ekonomi Indonesia yang sudah menggurita sekarang ini  tidak bisa diberantas baik oleh pemerintah yang sekarang maupun oleh  pemerintahan yang mana pun juga, selama masih dipertahankan sistem berbagai politik yang ditrapkan oleh rejim militer Orde Baru sejak berlakunya UU Penanaman Modal Asing dalam tahun 1967.
Dominasi asing hanya bisa dibrantas oleh gerakan besar-besaran seluruh kekuatan demokratik, yang terdiri dari gerakan extra parlementer, yang  menyatukan kekuatan pemuda, mahasiswa, intelektual, buruh, tani, perempuan dan golongan-golongan lainnya dalam masyarakat. Kita tidak boleh lagi dan tidak bisa seterusnya menggantungkan harapan kepada  pejabat dan anggota-anggota DPR dan partai-partai politik, yang justru terdiri dari  calok-calok gelap modal asing.
Dan, guna melakukan  gerakan besar-besaran untuk melawan dominasi asing di bidang ekonomi ini tidak ada jalan lainnya yang bisa ditempuh melainkan jalan yang sudah ditunjukkan oleh ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno.

A. Umar Said

TERUSKAN INVESTIGASI

Teruskan investigasi  terhadap pelanggaran

HAM dalam peristiwa 65/66 !


Tulisan ini dimaksudkan sebagai dukungan kepada  Komnas Ham yang sedang terus mengadakan penyelidikan Pro Justicia tentang peristiwa 65/66. Usaha Komnas HAM ini  sangat penting untuk didukung seluas mungkin dan sebesar mungkin, dan juga  terus-menerus dengan segala macam cara. 

Sebab masalah Peristiwa HAM  1965-66 adalah masalah yang sangat besar dan penting bangsa, baik untuk masa kini maupun untuk seterusnya di masa-masa yang akan datang, untuk generasi-generasi yang akan datang, yang merupakan  anak cucu kita semua.

Pembantaian dan pemenjaraan dan penyiksaan jutaan manusia  --  yang tidak bersalah apa-apa !!! --  oleh pimpinan Angkatan Darat (waktu itu) beserta golongan-golongan reaksioner lainnya adalah pelanggaran HAM yang termasuk terbesar di dunia sejak berakhirnya Perang Dunia ke-2.

Oleh karena itu, dapatlah kiranya kita katakan bahwa siapa yang senang dengan pelanggaran HAM tahun 65-66 adalah orang-orang yang tidak bisa dianggap bernalar sehat. Mereka yang menyetujui pembantaian sewenang-wenang terhadap jutaan orang sesama bangsa adalah orang-orang yang pantas disebut sebagai orang yang berjiwa aneh (untuk tidak mengatakan gila).

Dan orang-orang yang tidak peduli atau cuwek saja terhadap penderitaan  puluhan juta keluarga para korban pembunuhan massal tahun 65-66 (dan pemenjaraan berjangka lama terhadap ratusan ribu orang lainnya) patut dipertanyakan kebersihan hati nurani mereka atau diragukan tentang adanya rasa kemanusiaan mereka.

Coba marilah sama-sama kita renungkan : Hanya karena satu Ruwiati saja, (TKI yang dipancung di Saudi Arabia) . maka sudah menggeloralah  heboh besar di seluruh negeri dalam jangka lama. Dan suara kemarahan luar biasa juga sudah meggema  karena adanya berita bahwa ada puluhan TKI lainnya yang diancam akan menyusul dipancung.

Dibandingkan dengan kasus Ruwiati (yang sudah sepatutnya mendapat simpati dari begitu banyak orang dari berbagai kalangan) kasus pembunuhan massal dalam peristiwa 65-66 adalah jauh lebih besar, jauh lebih biadab, jauh lebih tidak bermanusiawi, jauh lebih gila-gilaan.

Yang dibunuh dalam genocida 65/66 tidak hanya 10 orang yang tidak bersalah, bahkan tidak hanya 100 atau  1 000  orang saja, melainkan lebih dari sejuta nyawa ( dengan angka : antara  1 000 000 sampai  3 000 000 jiwa manusia) !!!!!

Pembunuhan massal yang begitu biadab itu merupakan kejahatan besar yang telah membikin kerusakan-kerusakan besar terhadao kehidupan bangsa dan negara kita. Sebab dengan dibunuhnya begitu banyak pendukung Bung Karno dan simpatisan PKI, maka negara dan bangsa kita telah menjadi rusak seperti yang kita saksikan dengan jelas dewasa ini.

Pembunuhan dan pemenjaraan jutaan orang itu telah melumpuhkan kekuatan revolusioner yang menjadi tulang punggung Bung Karno dalam melaksanakan revolusi rakyat untuk menegakkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, dalam mempersatukan bangsa guna melawan segala kekuatan reaksioner dalam negeri maupun luar negeri, terutama imperialisme AS.

Keadaan yang serba semrawut, pembusukan moral yang begitu parah di semua bidang yang sama-sama kita saksikan dewasa ini , yang  menyuburkan korupsi, dan yang membiarkan pelecehan atau pelanggaran hukum,  adalah akibat dari dilumpuhkannya kekuatan revolusiober dengan adanya pembunuhan massal di masa-masa yang lalu.

Dengan dibunuhnya jutaan orang tidak bersalah, yang sebagian besar adalah para pendukung  politik Bung Karno dan simpatisan (dekat atau jauh) PKI , maka hilang pulalah (untuk sementara !) kekuatan dalam masyarakat untuk melanjutkan revolusi dalam usaha untuk menciptakan masyarakat adil dan makmr. Dalam konteks sekarang, ini semua terasa sekali dan kelihatan amat jelas.

Karenanya, mempersoalkan pelanggaran HAM dalam peristiwa 65/66 adalah  urusan yang justru sangat berkaitan erat dengan situasi dewasa ini. Kalau seandainya Bung Karno tidak dikhianati oleh pimpinan Angkatan Darat (watu itu) dan kekuatan PKI tidak dilumpuhkan, maka pastilah situasi negara dan bangsa kita tidak begitu terpuruk dan serba busuk dan rusak seperti sekarang ini.

Menuntut dibongkarnya segala keburukan pembunuhan besar-besaran dan berbagai pelanggaran HAM lainnya dalam peristiwa 65/66 adalah tidak hanya untuk kepentingan para pendukung politik Bung Karno dan membela simpatisan-simpatisan PKI saja, melainkan juga untuk kepentingan seluruh  bangsa serta berbagai generasi kita di kemudian hari. Termasuk untuk kepentingan orang-orang yang  tadinya anti Bung Karno dan tidak suka kepada perjuangan PKI,  beserta anak-cucu mereka.

Sebab, pembunuhan massal dan banyak macam pelanggaran HAM lainnya dalam tahun-tahun 65/66 adalah betul-betul aib bangsa dan dosa besar yang sudah  merusak jwa banyak orang. Oleh karena itu, orang-orang atau kalangan yang betul-betul menghayati Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 45 patut sekali mendukung sekuat-kuatnya dan sebesar-besarnya usaha Komnas HAM untuk mengadakan penyelidikan atau investigasi pro justicia tentang kasus peristiwa 65/66.

Berikut di bawah ini disajikan pernyataan dari Komunitas Korban Peristiwa 65/66 dan organisasi KontraS tentang berbagai soal yang berkaitan dengan pelanggaran HAM yang terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia ini.
Paris 11 Juli  2011
A. Umar Said
= = =

Desakan  Komunitas Korban 65 kepada Komnas HAM

 

« Pada hari Rabu 06 Juli 2011 pukul 11.00 Komunitas Korban 65  bersama  dengan  YPKP 65 dan  KontraS  mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jl. Latuharhary, Menteng, Jakarta.  Komnas HAM pada jam yang sama sedang mengadakan Rapat Paripurna untuk membahas Laporan Akhir Hasil Investigasi Tim Penyelidik pro justicia  Komnas HAM  tentang Kasus Peristiwa 1965-1966.  Delegasi Komunitas Korban 65 diterima oleh Komisioner  Kabul Supriyadi dan Ridha Saleh. Sedianya Ketua Tim Penyelidik kasus 65 Nur Kholis akan menemuinya, namun karena sedang memberikan presentasi di depan rapat paripurna, beliau batal hadir.
Dari Korban 65 yang datang ke Komnas antara lain: Bedjo Untung, Mujayin, Ir. Djoko Sri Muljono, Giri Jati, Anwar Umar, Gustaf Dupe, Tumiso, Palupi, Bu Tahsrin, Haroto, Rasmadi, Mulyono SH., Hutomo S, Sutriyanto, dan seorang utusan dari Purwokerto Jawa Tengah. Sedangkan dari KontraS ialah  Putri Kanesia dan Daud Beureuh.
Maksud kedatangan Komunitas Korban 65 ialah  untuk memberi dukungan moral kepada Tim Penyelidik agar Laporan Akhir yang sedang dibahas di Rapat Paripurna benar-benar berpihak kepada korban, yaitu memastikan bahwa  Tragedi kemanusiaan 1965/1966 adalah rekayasa sistematik oleh militer yang berpuncak pada pembunuhan massal  dan akhirnya menggulingkan Presiden Sukarno.
Komisioner Kabul Supriyadi dalam keterangannya mengatakan «  kami sedang berjuang  di  Rapat Paripurna. Apa yang korban tuntut dan usulkan akan saya bawa ke paripurna ».
Pada kesempatan pertemuan itu, Bedjo Untung (ketua YPKP) atas nama Komunitas Korban 65 menyampaikan pernyataan pers sebagai berikut:

                      Bentuk Pengadilan HAM ad hoc dan Pulihkan Hak-Hak Korban 65
Tragedi Kemanusiaan 1965/1966, mencakup beberapa  dimensi pelanggaran Hak Asasi  Manusia  yang berat, berskala meluas, sistematis  yang melibatkan  institusi Negara  yaitu aparat militer, polisi dan aparat pemerintah. Pelanggaran HAM  tersebut  berupa pembunuhan massal, penghilangan manusia secara paksa, pembunuhan  tanpa proses hukum, penculikan, pemerkosaan/pelecehan seksual, penyiksaan, penahanan dalam jangka waktu tidak terbatas (12-14 tahun), pemaksaan kerja  tanpa diupah, diskriminasi  hak-hak dasar warga negara (politik, ekonomi, social, budaya serta hukum), perampokan harta benda milik korban, pencabutan paspor tanpa proses pengadilan, pengalihan hak kepemilikan  tanah secara tidak sah, pencabutan hak pensiun, pencabutan hak sebagai pahlawan masional, pengucilan dan pembuangan, dsb.nya.
Diperkiraan 500.000 sampai 3.000.000  jiwa terbunuh pada tragedy kemanusiaan 1965/66 dan  20.000.000  orang korban bersama keluarganya yang masih hidup  menderita stigma  serta  diskriminasi oleh penguasa.
Kejadian ini berlangsung  selama 46 tahun  sejak 1965 hingga hari ini, Negara/Pemerintah  belum ada niat untuk mengungkap dan menuntaskan persoalan yang menimbulkan  kesengsaraan jutaan orang yang tidak bersalah tersebut. Malahan ada indikasi Negara/Pemerintah ingin melupakan  dan mengabaikan tindak kekerasan  mau pun pelanggaran HAM  tragedy kemanusiaan 1965/66. Tindakan pengabaian tersebut  bisa  dikategorikan sebagai tindakan kejahatan kemanusiaan.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM )  telah membentuk Tim Penyelidik pro justicia Peristiwa 1965-66 sejak tahun 2008, namun belum mengumumkan  hasil investigasinya. Ada dugaan kuat Komnas HAM mendapatkan tekanan oleh pihak pelaku kejahatan 65, karena tindak kekerasam/kejahatan 1965  melibatkan institusi militer/penguasa  yang merekayasa, dan memproduksi kebohongan  serta menggelapkan dokumen-dokumen penting  serta masih terus menutup-nutupi  kejadian sesungguhnya atas  tragedy kelam itu.
Atas dasar itu , kami para Korban/Keluarga Korban  Tragedi Kemanusiaan 1965/66 dengan ini mendesak:
  1. Segera umumkan hasil investigasi Tim Penyelidik pro justicia Komnas HAM  tentang Peristiwa 1965-66,
  2. Pastikan adanya pelanggaran HAM  berat yang dilakukan oleh Negara secara massive, sistematis, pembunuhan massal (genocida)  serta kekerasan politik dan diskriminasi  social   pada kasus  tragedy 1965/66.
  3. Kejaksaan Agung harus segera menindak lanjuti hasil temuan Tim Investigasi Komnas HAM dan segera  membentuk Pengadilan  HAM ad hoc untuk mengadili para pelaku penjahat HAM serta agar ada  kepastian  hukum  dan keadilan bagi  Korban.
  4. Presiden Republik Indonesia segera menerbitkan surat  Keputusan Presiden (Keppres) untuk memberikan rehabilitasi, reparasi dan kompensasi  kepada Korban 65 seperti yang diamanatkan  Undang-Undang Nomer 39 Tahun 1999  tentang Hak Asasi Manusia, UU  No.26 Tahun 2000  tentang Pengadilan HAM  serta Surat Rekomendasi Ketua Komnas HAM,  Mahkamah Agung, Ketua DPR-RI.
  5. Negara/Pemerintah agar menjamin tidak akan mengulangi lagi tindak  kejahatan/pelanggaran HAM berat  seperti yang terjadi pada kasus Tragedi Kemanusiaan 1965/66 ».Demikian pernyataan pers Komunitas Korban 1965/66.

 

 Desakan yang keras oleh KontraS kepada Komnas HAM

 

Sementara itu, Haris Azhar SH MA,  Koordinator Badan Pekerja organisasi KontraS, yang selama ini terkenal dalam membela HAM dan melawan segala macam ketidakadilan, pada tanggal 6 Juli telah mengirim surat kepada Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim SH , yang mengangkat juga masalah pelanggaran HAM 1965/1966. Surat tersebut berbunyi sebagai berikut :

« Penyelidikan Pro justisia untuk Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965/1966 berjalan sangat lambat. Tiga tahun (Mei 2008 – Juli 2011) paska pembentukan Tim Ad Hoc Pro Justisia untuk kasus ini (Mei 2008 – Juli 2011) belum juga ada hasil penyelidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kondisi ini menimbulkan kekecewaan yang mendalam, khususnya bagi para korban yang telah diperiksa sebagai saksi korban.
Berlarut-larutnya proses penyelidikan telah mengarah pada keadaan “ketidakpastian hukum”, terpeliharanya impunitas dan juga melanggar hak-hak korban peristiwa 1965/1966, khususnya hak atas pengungkapan kebenaran dan keadilan, hak untuk memperoleh rehabilitasi dan reparasi, serta hak untuk memperoleh jaminan terhindar dari pengulangan peristiwa serupa di masa depan.
Berkenaan dengan hal diatas dan agenda Sidang Paripurna Komnas HAM yang digelar pada 5 – 6 Juli 2011. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama dengan korban peristiwa 1965/1966 berharap Sidang Paripurna Komnas HAM kali ini mengambil keputusan yang dapat mempercepat penyelesaian penyelidikan pro justisia untuk kasus 1965/1966.
Untuk menjawab persoalan – persaoalan diatas, kami merekomendasikan kepada Komnas HAM untuk:
  1. Segera menyelesaikan laporan penyelidikan dan memastikan adanya pelanggaran HAM berat yang sistematis/meluas untuk peristiwa 1965;
  2. Merekomendasikan kepada Jaksa Agung untuk segera melakukan penyidikan untuk peristiwa 1965 berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM;
  3. Merekomendasikan kepada Presiden RI untuk memberikan rehabilitasi, pemulihan dan pengungkapan kebenaran dalam peristiwa 1965
  4. Menyampaikan perkembangan proses penyelidikan dan mengambil langkah – langkah yang dapat menyegerakan upaya – upaya pemulihan Hak Korban peristiwa 1965/1966. »
Demikian isi surat KontraS kepada Komnas HAM.
* * *

NASIB PARA Eks-tapol

Nasib Para Eks-tapol dan Korban
Peristiwa 65/66


Para pembaca yang budiman. Dengan datangnya bulan puasa, yang merupakan bulan suci untuk orang Muslimin, maka berikut di bawah ini disajikan sebuah tulisan yang disiarkan oleh http://www.kaskus pada tanggal 16 Juli 2011,  untuk dipakai sebagai bahan renungan kita bersama.
Tulisan tersebut merupakan secuwil kecil saja dari masalah penderitaan ratusan ribu  eks-tapol, yang selama puluhan tahun selama Orde Baru telah mendapat perlakuan tidak manusiawi yang sangat menyedihkan.  Eks-tapol ini (dan berbagai macam korban rejim militer Orde Baru lainnya)  terdapat di seluruh daerah Indonesia.
Meskipun rejim militer Orde Baru sudah agak lama (sejak tahun 1989) berhasil digulingkan oleh gerakan massa pemuda dan mahasiswa dengan dukungan rakyat banyak, namun sampai sekarang penderitaan eks-tapol dan keluarga para korban peristiwa 65/66 masih terus berlangsung dalam berbagai bentuk dan bermacam-macam ukuran atau skala.
Tulisan yang disajikan  berikut ini memberikan gambaran sekilas tentang keadaan para eks-tapol serta kehidupan mereka di sebuah panti jompo di Jakarta
Untuk menyambut tulisan ini, dan juga melengkapinya dengan berbagai bahan renungan, maka disediakan sebuah komentar pada akhir tulisan tersebut.

Mantan Tapol G30S, Para Lansia yang Tidak Mau Jadi “Jompo”

(judul tulisan yang dikutip dari http://www.kaskus, yang selengkapnya  adalah sebagai berikut : )
« Panti jompo ini dikhususkan bagi para korban peristiwa G30S 1965 yang “tidak” memiliki keluarga. Rumah ini dibelikan oleh Taufiq Kiemas pada tahun 2003, dan diresmikan Abdurrahman Wahid pada 8 Februari 2004. Namun, rumah ini sempat ambruk pada 2006 akibat tertimpa pohon tumbang, sehingga para penghuninya sementara dipindahkan ke Depok, dan kembali lagi tahun 2007.
Dari sisi luar, Panti Jompo Waluya Sejati Abadi yang terletak di Jl Kramat 5 No 1C, Jakarta Pusat, itu tampak seperti rumah biasa. Berpagar besi setinggi 1,2 meter, tembok bercat krem, dan ubinnya berkeramik putih. Tapi begitu masuk ke dalam, kita akan menemukan sesuatu yang luar biasa. Para lansia yang terlihat renta berbalut baju daster itu merupakan para perempuan tangguh.
Ada 14 orang penghuni rumah itu, yaitu Budi (65), Pujiati (86), Sri Isnanto (83), Lestari (80), Sri Sulistiawati (71), Sri Widati (78), Sumirah (75), Tien Wartini (68), Palupi (69), Mujiati (69), Tahrin (72), Pak Marzuki (75), Pak Lukas Tumiso (71), dan Pak Ir Rosidi (86). Mereka merupakan korban peristiwa 1965 dan mantan tahanan politik (tapol). Di antara mereka ada mantan aktivis Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
Lestari, Sri Sulistiawati, dan Ibu Pujiati ada di sana ketika saya bertandang. Mereka menjelaskan, Gerwani merupakan organisasi independen yang memperhatikan masalah sosialisme dan feminisme. Namun, dianggap Orde baru sebagai salah satu organisasi yang terlibat dalam peristiwa G30S. Setelah Soeharto menjadi presiden, Gerwani dilarang keberadaannya dan banyak anggotanya diperkosa dan dibunuh, seperti banyak orang yang dicurigai sebagai anggota PKI.
Mereka menjelaskan, betapa mereka dapat perlakuan yang sangat tidak manusiawi ketika itu. Seperti yang diceritakan oleh Lestari, yang pernah di penjara sebelas tahun sejak 1968-Desember 1979 di Lembaga Permasyarakatan Khusus Wanita di Blitar, Malang, Jawa Timur. Lestari saat itu ditempatkan di kamar tahanan yang diisi delapan orang. Setiap tahanan hanya dibekali satu lembar tikar tipis berukuran satu meter, dan tikar tersebut pun sudah gompal. “Udara di Malang sangat dingin, bayangkan bila kami harus tidur hanya beralaskan tikar. Untuk mengurangi rasa dingin, kami menjahit tikar-tikar itu jadi satu agar bisa menutupi lantai kamar tahanan yang dingin. Jadi kami tidur berjajar untuk mengurangi rasa dingin,” bebernya.
Ia juga pernah ditahan 11 tahun, mulai 18 Juli 1968–25 April 1979 di Penjara Bukit Duri, Jatinegara, Jakarta Timur. “Untuk alas tidur saya hanya diberi selembar tikar tipis. Kami para tapol diperlakukan jauh lebih kejam dari narapidana biasa. Untuk makan, kami hanya diberi nasi dengan seiris tempe rebus. Sedangkan narapida biasa diberi makanan cukup gizi seperti telur, daging sapi, daging, ayam, ikan, kacang hijau, dan buah-buahan. Kami diperlakukan seperti itu karena dianggap menentang pemerintah,” tambah Sri Sulistiawati.
Bahkan cerita Pujiati lebih mengerikan lagi. Ia menjalani masa tahanan mulai 10 Oktober 1965 di penjara Bukit Duri. Kemudian, tahun 1970 ia dipindahkan ke Penjara Plantungan, di daerah Sukoharjo, Kendal, Jawa Tengah. Penjara Plantungan sebelumnya adalah rumah sakit untuk penderita lepra (kusta).
“Tempat ini banyak sekali ular karena di belakangnya hutan belukar. Pemerintah memperlakukan kami dengan sangat tidak manusiawi. Bayangkan, setiap hari kami hanya diberi makan lima sendok nasi dengan lauk beling dan pasir, sampai-sampai kami tiap tahun punya pinset untuk mencabuti beling-beling halus. Ada 550 narapidana wanita yang menghuni tempat ini. Waktu saya sakit, saya dikirim ke Jakarta dan di rawat di RSPAD Gatot Subroto. Tapi di sana saya malah dicampur dengan orang gila. Bulan Desember 1979 barulah saya terbebas dari hukuman,” ungkap Pujiati.
Namun mereka mengaku sama sekali tidak menyesali apa yang telah menimpa mereka. “Kami menerima ini semua dengan lapang dada sehingga kami kuat, karena kami merasa benar. Kami ingin memperjuangkan nasib bangsa ini setelah kepemimpinan Soeharto”, kata Lestari. Ia ingin sekali bisa membentuk organisasi kewanitaan seperti dulu.
Sejak tahun 2003 hingga sekarang, belum ada subsidi dari Kementerian Sosial untuk panti jompo ini. Subsidi untuk panti jompo ini didapatkan dari siapa saja yang simpati. Panti jompo ini sudah mendapatkan subsidi tetap setiap bulan dari Dr Ribka Tjiptaning, Ketua Komisi IX DPR. Ada juga seorang pengusaha muda bernama Lulung yang membuatkan lemari-lemari pakaian dan mengajak rekreasi, serta sumbangan perorangan dan sembako dari gereja Katolik dan Protestan. Untuk pelayanan kesehatan, mereka dapat layanan cuma-cuma dari Klinik Kana di Gondangdia, Jakarta Pusat sejak 2008. Dari klinik ini, mereka tidak hanya mendapat pengobatan gratis, tapi juga sumbangan sembako dan rekreasi.
Tapi yang luar biasa, mereka tidak hanya menunggu sumbangan dari para simpatisan. Mereka juga terus berkarya untuk bertahan hidup dengan membuat berbagai macam kerajinan tangan, seperti bunga dari sedotan, tas, pajangan kaligrafi, dan seprei. Mereka juga terima banyak pesanan dari orang-orang. “Memang kami tinggal di panti jompo, tapi kami bukan orang jompo, tapi kami dijompokan. Kami dianggap bodoh oleh pemerintah, padahal otak kami tidak jompo. Otak kami masih produktif, dan masih mampu berkarya,” tegas Sri. (kutipan selesai)

Komentar (untuk direnungkan bersama)
Disajikannya tulisan tentang panti jompo di Jakarta, yang dihuni oleh para eks-tapol,  merupakan hal yang penting mengingat bahwa di tengah-tengah hiruk-pikuk tentang korupsi dan pelanggaran hukum (antara lain : kasus Nazaruddin, Andi Nurpati, Anas Urbaningrum) yang dewasa ini setiap hari membanjiri televisi dan media massa, maka masalah besar pelanggaran HAM akibat peristiwa 65/66 tidak bisa, dan tidak boleh ( !)  dilupakan begitu saja oleh banyak orang.
Sebab, kalau bangsa Indonesia melupakan saja, atau masa bodoh saja, atau diam saja, terhadap pelanggaran  kemanusiaan yang begitu besar itu, maka tidak pantas sama sekali mengaku sebagai bangsa yang katanya menjunjung Pancasila dan konstitusi 45.
Dibunuhnya jutaan orang tidak bersalah, dan dipenjarakannya ratusan ribu orang lainnya dalam jangka lama adalah kejahatan besar sekali rejim Suharto yang tidak bisa dima’afkan atau dibiarkan begitu saja   oleh generasi yang sekarang maupun oleh generasi-generasi yang akan datang.
Meskipun sebagian dari eks-tapol (atau para korban 65/66 lainnya) sudah banyak yang meninggal dunia karena tua atau karena sebab-sebab lainnya, namun banyak juga lainnya yang sampai sekarang masih terus hidup, walaupun sebagian terbesar dalam keadaan  yang teraniaya, tersisihkan, dan terlantar.
Mereka yang beruntung dapat ditampung dalam panti jompo di Jakarta itu hanyalah belasan orang. Mereka  dapat hidup dalam usia lansia, meskipun dalam segala macam keterbatasan, dan dalam berbagai macam penderitaan, baik secara batin dan  jasmani.
Padahal,  orang-orang  eks-tapol (atau korban-korban peristiwa 65/66 lainnya), seperti yang ditampung di panti jompo di Jakarta itu masih ada  ratusan ribu  yang terdapat di berbagai tempat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan pulau-pulau lainnya.
Kebanyakan atau hampir semua mereka tidak bisa mendapat pertolongan semacam yang diterima oleh yang tinggal di panti jompo di Jakarta itu. Tidak diketahui apakah ada juga panti-panti jompo bagi eks-tapol (atau kornban 65/66) di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi atau pulau-pulau lainnya. Selama ini tidak ada berita-berita tentang adanya tempat-tempat untuk menampung para eks-tapol (atau korban 65/66) yang terlantar dan terpaksa hidup terlunta-lunta itu.
Karenanya, dapatlah kiranya dibayangkan betapa banyaknya para eks-tapol (dan korban peristiwa 65/66 lainnya) yang sudah lansia dan hidup menderita. Mereka banyak yang tidak bisa hidup terus menjadi beban saudara atau keluarga, tidak mendapat jaminan sosial, dan harus menghadapi banyak kesulitan karena masalah kesehatan dan usia tua .
Seandainya mereka masih berbadan sehat dan masih bisa bekerja , namun untuk mencari pekerjaan adalah sama sekali  tidakl mudah, mengingat usia mereka yang sudah lanjut. Sedangkan bagi yang muda-muda saja sudah sulit mencari pekerjaan, apalagi bagi mereka.
Lalu, siapa-siapa sajakah yang harus bertanggungjawab terhadap penderitaan yang menyedihkan begtiu banyak orang itu ? Mereka adalah juga warganegara yang sah, dan manusia biasa, seperti halnya orang-orang Indonesia lainnya. Namun, banyak di antara mereka itu yang tidak punya keluarga atau sanak saudara lagi. Banyak juga di antara mereka itu yang tadinya adalah aktivis-aktivis berbagai ormas, atau simpatisan PKI, yang mendukung berbagai politik Presiden Sukarno.
Mereka itu dijebloskan dalam penjara atau tempat tahanan lainnya secara sewenang-wenang, tanpa pengadilan, hanya dengan cap (dakwaan atau tuduhan yang tidak berdasar) sebagai tersangkut G30S/PKI. Padahal, mereka itu tidak mempunyai kaitan atau tidak tahu menahu sama sekali tentang G30S. Mereka waktu itu hidup atau tinggal jauh dari Jakarta, umpamanya di Sumatera, atau di Jawa Tengah dan Jawa Timur atau Bali.
Jadi, jelaslah kiranya bagi kita semua, bahwa mereka tidak bersalah apa-apa, tidak berdosa sedikitpun, tidak melanggar hukum sama sekali, dan bukan penjahat, atau bukan pengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.  Kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang (laki dan perempuan) yang mau dengan sukarela berjuang untuk masyarakat adil dan makmur dan mendukung berbagai politik Bung Karno yang revolusioner dan anti-imperialis atau anti-kapitalisme.
Mengingat itu semua, maka perlulah masalah penderitaan eks-tapol (dan korban peristiwa 65/66 lainnya) yang umumnya sudah lanjut usia  (dan bahkan sudah dekat dengan akhir hidup mereka ) mendapat perhatian dari kalangan luas, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Perhatian ini perlu sekali, demi rasa kemanusiaan dan keadilan, dan hati nurani atau nalar yang sehat.
Sebab, orang-orang yang sudah tua-tua ini umumnya telah dipenjarakan dengan sewenang-wenang dan secara salah ( !!!) selama jangka lama, atau diperlakukan tidak manusiawi,  walaupun tidak bersalah apa-apa sama sekali. Untuk kesalahan atau kejahatan yang begitu besar terhadap banyak orang itu, pimpinan Angkatan Darat atau pemerintah tidak pernah menyatakan penyesalan mereka dan minta ma’af (kecuali Gus Dur).
Dengan tidak pernah menyatakan penyesalan dan permintaan ma’af atas kesalahan-kesalahan mereka di masa yang lalu, maka sekarang membiarkan terus penderitaan orang-orang yang sudah tua dan mendekati akhir hidup mereka ini adalah suatu sikap yang tidak bisa dianggap menghargai perintah-perintah agama atau Tuhan.

A. Umar Said

BEBASKAN RAKYAT

Gerakan Konstitusi  Pasal 33 untuk
Membebaskan Rakyat Indonesia


Berdikari Online, organ PRD (Partai Rakyat Demokratik) tanggal 22 Juli 2011 telah menyajikan sebuah editorial untuk memperingati kelahiran partai tersebut  15 tahun yang lalu. Dalam tulisan tersebut telah diangkat berbagai hal penting tentang perjalanan partai yang terutama terdiri dari kaum muda itu.
Tulisan tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut :

15 Tahun Perjalanan PRD

«  Senin sore, 22 Juli 1996, di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI). Ratusan orang, sebagian besar berusia 20-an tahun,
menghadiri  pendeklarasian partai baru: Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Kelahiran PRD 15 tahun yang lalu adalah sejarah kelahiran kembali
gerakan politik rakyat Indonesia, setelah selama 30-an tahun ditindas
dan diharamkan oleh rejim orde baru. Sejarah perkembangan PRD pun adalah
sejarah perjuangan politik rakyat Indonesia untuk menegakkan
kedaulatannya. Dimana, dalam upaya mencapai tujuan itu, PRD telah
menempatkan kekuatan rakyat sebagai inti gerakan politik. Hal itu sangat
nampak jelas dalam di bagian penutup Manifesto PRD  tahun 1996 yang
berbunyi: "untuk itu Partai Rakyat Demokratik (PRD) percaya dan
yakin bahwa pengorganisiran rakyat adalah satu-satunya cara untuk
menegakkan kedaulatan rakyat."
Dalam perjalanan 15 tahun itu, PRD telah melalui tahap-tahap penting
dalam perjuangan rakyat Indonesia: pada awalnya adalah perjuangan
melawan kediktatoran orde baru, dan sekarang ini adalah perjuangan
melawan imperialisme.
Dalam periode singkat itu, muncul berbagai perdebatan di internal partai
seputar strategi dan taktik menghadapi situasi-situasi baru tersebut,
yakni peralihan dari situasi kediktatoran menjadi situasi liberal, dari
menekankan perjuangan demokrasi menjadi perjuangan pembebasan nasional.
Ada sebagian orang yang mengatakan, tujuan PRD untuk membuka ruang-ruang
demokrasi sudah tercapai dan, karena itu, saatnya untuk memanfaatkan
ruang demokrasi itu sebaik mungkin. Sementara yang lain mengatakan,
perjuangan membuka demokrasi hanyalah salah satu `tahapan'—dari
sekian tahapan—dalam perjuangan PRD untuk membebaskan rakyat dari
penindasan dan penghisapan.
Oleh pendapat pertama, PRD dianjurkan untuk bekerja dalam kerangka
demokrasi dan kerangka politik yang tercipta saat ini. Atau, ringkas
kata, silahkan PRD menikmati ruang demokrasi yang sudah diperjuangkannya
itu.
Sementara pendapat yang kedua mengarah pada begitu banyak sekali tawaran
politik, diantaranya: (1) menolak berpartisipasi dalam ruang politik
yang ada dan tetap konsisten di garis ekstra-parlementer. (2) melihat
ruang politik itu sebagai langkah `taktis' untuk memajukan
gerakan politik rakyat.
Sejak tahun 1999 hingga sekarang, PRD setidaknya tiga kali berusaha
menggunakan momentum pemilu untuk agenda politik memperluas dan
memperbesar daya politik gerakan rakyat: pemilu 1999, pemilu 2004, dan
pemilu 2009. Akan tetapi, dalam proses memanfaatkan ruang politik itu,
dinamika internal partai ditandai dengan munculnya perdebatan-perdebatan
keras dan tidak sedikit yang berakhir dengan perpecahan (split).
Keikutsertaan PRD pada pemilu 2009, sekalipun dengan menggunakan
kendaraan politik partai lain, telah memberikan "pembelajaran"
penting kepada PRD. Bukan saja tentang bagaimana mengenal medan politik
demokrasi liberal, tetapi sekaligus mengerti situasi dan tantangan
perjuangan sekarang ini.
Kita menjadi tahu, bahwa untuk menjadi sebuah kekuatan politik
alternatif, kita tidak bisa sekedar berteriak-teriak bahwa kita adalah
alternatif, tetapi harus ada pengorganisasian rakyat   dari bawah dalam
waktu yang tidak singkat. Kita semakin mengerti bahwa perjuangan
sekarang ini memerlukan "kesabaran revolusioner"—mengutip
istilah Njoto, salah seorang penulis pidato Bung Karno.
Untuk itu, dalam kongres VII PRD, 1-3 Maret 2010 lalu, telah ditegaskan
tugas mendesak partai: pembangunan partai (party building). Kongres itu
juga telah mengubah PRD dari partai kader menjadi partai terbuka atau
partai massa.
Sekarang ini kita sedang berhadapan dengan situasi yang semakin jelas:
penjajahan asing (imperialisme) yang semakin agressif. PRD pun sangat
menyadari situasi baru ini dan memahami tantangan-tantangannya. Karena
itu, PRD telah menyusun sebuah Manifesto Politik yang baru, sebagai
jawaban terhadap problem pokok rakyat Indonesia saat ini: Imperialisme.
Oleh karena itu, jika deklarasi PRD pada 22 Juli 1996 lalu telah
mengumandangkan perjuangan melawan orde baru—dengan tiga tuntutan
pokok: pencabutan 5 paket UU Politik dan Dwi Fungsi ABRI, maka pada
peringatan 15 tahun PRD hari ini telah berkumandang "gerakan
nasional pasal 33" sebagai bentuk perlawanan langsung terhadap
imperialisme.
Akhirnya, PRD—sebagaimana partai-partai revolusioner di masa
perjuangan anti-kolonial—telah berjuang bersama rakyat Indonesia.
Sampai sekarang, banyak kader PRD masih hilang karena diculik rejim orde
baru dan sampai sekarang belum diketahui keberadaannya, diantaranya:
Wiji Thukul, Herman Hendrawan, Suyat, Bimo Petrus, dan lain-lain. Ada
banyak pula kader-kader PRD yang gugur dalam saat-saat perjuangan:
Gilang (Diculik oleh aparat rejim orba dan ditemukan mayatnya di Madiun,
Jawa Timur) Yusuf Rizal, Saddam Husein, Andi Munajat, dan Taufik
(meninggal karena ditabrak lari saat mengadvokasi rakyat di NTB).
Kita berharap, PRD bisa berkembang terus menjadi partai yang kuat dan
kokoh, tahan terhadap panas dan hujan, yang menjadi tempat bernaungnya
kaum revolusioner dan menghimpun sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia.
Dirgahayu PRD! Berjuang terus untuk mewujudkan Sosialisme Indonesia! »
 (kutipan editorial selesai).

Komentar :

Editorial « Berdikari Online » di atas patut mendapat perhatian dari banyak kalangan masyarakat, mengingat arti pentingnya kalau dihubungkan dengan situasi negara dan bangsa, baik di masa yang lalu, dewasa ini maupun di kemudian hari.
Apalagi, ketika negara dan bangsa dewasa ini sedang diporak-porandakan oleh kebejatan akhlak atau kerusakan moral para « tokoh-tokohnya » di bidang eksekutif, legislatif, dan judikatif, yang membikin Indonesia sebagai negara di mana korupsi dan pelecehan hukum merajalela dengan hebatnya, dan juga sudah menjadi jajahan kekuatan asing.
Editorial mengingatkan kita semua bahwa PRD, yang didirikan oleh kaum muda dalam masa rejim militer Orde Baru telah menjadi obor dalam perlawanan yang berani – dan penuh pengorbanan – melawan Dwibungsi ABRI dan berbagai politik diktatorial lainnya (antara lain 5 paket UU Politik).
Kiranya, dalam sejarah berbagai perlawanan rakyat terhadap rejim militer Suharto, perjuangan PRD adalah salah satu di antaranya yang termasuk paling tegas, paling menonjol, dan paling terkenal, baik di kalangan para penentang Orde Baru maupun di kalangan « musuhnya », yaitu para pendukung Suharto.
Seperti yang ditulis dalam editorial tersebut, PRD telah mengalami berbagai pengalaman dalam perjalanannya selama 15 tahun ini, dalam usaha untuk membangun partai yang berjuang untuk membebaskan rakyat dari penindasan dan penghisapan.
PRD yang tadinya adalah  partai tertutup dan merupakan partai kader dalam tahun 2010 telah dirobah menjadi partai massa dan partai terbuka. Sejak itu,  partai yang jelas-jelas menganut politik kiri ini dengan terang-terangan dan tegas mengumandangkan ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno, yang pro-rakyat kecil (wong cilik), anti-imperialisme dan pro sosialisme à la Indonesia.
Dewasa ini PRD sedang mengobarkan « Gerakan Nasional Pasal 33 », yang merupakan gerakan yang tepat untuk menghadapi situasi negara dan bangsa yang sedang digerogoti oleh bahaya neo-liberalisme dan kolonialisme dalam bentuk baru.
Sebab, banyak sekali bukti bahwa pengkhianatan berat telah dan sedang terjadi terhadap Konstitusi atau UUD 45 pasal 33, yang berbunyi :

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. »

« Gerakan Nasional Pasal 33 » tersebut dewasa ini sudah dan sedang mendapat dukungan dari banyak kalangan masyarakat : pemuda, mahasiswa, kaum buruh, dan kaum  tani, yang mengadakan macam-macam aksi di banyak kota di daerah-daerah. Dukungan yang begitu antusias dari mana-mana menunjukkan bahwa gerakan ini mencerminkan aspirasi banyak kalangan. (Mengingat pentingnya dukungan terhadap gerakan ini yang mengindikasikan berkembangnya kesedaran politik dan patriotisme, akan diusahakan adanya tulisan khusus tersendiri)
Dalam situasi ketika sikap kalangan atasan atau elite bangsa makin kelihatan membusuk dan bobrok sekali akibat  korupsi dan  berbagai macam kongkalikong dengan kekuatan ekonomi asing, maka perjuangan  PRD serta berbagai macam organisasi kiri lainnya (yang cukup banyak)  merupakan harapan bahwa negara dan bangsa kita masih bisa diselamatkan, demi anak cucu kita di kemudian hari.
Kiranya, selama ini kita  semua sudah menyaksikan sendiri  bahwa kebanyakan partai politik yang tergabung dalam koalisi SBY sudah tidak bisa  diharapkan berbuat banyak bagi rakyat untuk mencapai tujuan-tujuan revolusi 17 Agustus 45 dan Konstitusi 45. Bahkan sebaliknya, partai-partai politik pendukung SBY sudah menghancurkan, atau menjauhkan cita-cita masyarakat adil dan makmur, masyarakat sosialisme à la Indonesia, yang dengan gigih sudah diperjuangkan Bung Karno sepanjang hidupnya, sampai akhir hayatnya.
Situasi negara dan bangsa dewasa ini menunjukkan dengan jelas bahwa di bawah pimpinan SBY pemerintahan  di Indonesia menjadi tambah morat-marit, dan berbagai bidang kehidupan tambah kacau-balau.  Negara kita membutuhkan pimpinan yang baru, namun bukanlah yang sejenis  atau segolongan SBY !!!

A. Umar Said